Upaya ini sejalan dengan visi Indonesia untuk reformasi sistem internasional yang lebih inklusif namun tetap akuntabel. Pragmatisme diplomasi era Prabowo, dengan demikian, tidak harus berarti oportunisme jangka pendek.Â
Tantangannya adalah mengubah multiple engagement ini menjadi strategi koheren yang memperkuat, bukan melemahkan, posisi Indonesia di berbagai arena. ASEAN tetap relevan sebagai immediate neighborhood landasan diplomasi regional.Â
Sedangkan  BRICS dan forum multilateral lain bisa berperan menjadi platform untuk memperjuangkan kepentingan yang lebih luas.
Yang diperlukan adalah diplomasi smart power yang mengkombinasikan pragmatisme dengan prinsip, fleksibilitas dengan konsistensi. Indonesia perlu menunjukkan bahwa "keterlibatan pragmatis" tidak berarti mengabaikan komitmen lama
Sebalikknya, multiple engagement Indonesia dapat memperkaya toolbox diplomasi untuk mencapai kepentingan nasional dalam lanskap global yang semakin kompleks.
Dalam konteks ini, kritik terhadap absennya elaborasi detail strategi dalam PPTM 2025 perlu direspons dengan penyusunan roadmap yang lebih konkret.Â
Visi Indonesia untuk berperan lebih aktif dalam kepemimpinan global harus diterjemahkan ke dalam milestone dan deliverable yang terukur, dengan tetap mempertimbangkan sensitivitas regional dan keterbatasan kapasitas nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H