Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Mengurai Demokrasi Algoritmik di Indonesia

17 Desember 2024   06:59 Diperbarui: 17 Desember 2024   10:57 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu lain yang patut disoroti adalah ketergantungan pada teknologi dalam proses pemilu. Misalnya, penggunaan e-voting atau sistem penghitungan digital memang dapat meningkatkan efisiensi, tetapi juga membuka celah untuk manipulasi data jika tidak diatur dengan baik. Ketergantungan ini menciptakan risiko bahwa integritas pemilu dapat dipengaruhi oleh kepentingan korporasi teknologi atau aktor politik tertentu.

Pentingnya Demokrasi Deliberatif di Era Digital

García-Marzá dan Calvo menekankan bahwa demokrasi yang sehat harus berakar pada deliberasi publik yang inklusif dan partisipatif. Namun, di era algoritma, deliberasi sering kali digantikan oleh agregasi data yang dianggap mencerminkan kehendak publik. Di Indonesia, hal ini terlihat dari bagaimana survei online atau tren media sosial sering digunakan sebagai indikator preferensi pemilih, meskipun metode ini rentan terhadap manipulasi.

Tantangan bagi Indonesia di tahun 2023 adalah bagaimana menciptakan ruang deliberasi yang bermakna di tengah dominasi algoritma. Misalnya, debat publik tentang isu-isu seperti reformasi hukum, pendidikan, atau perubahan iklim sering kali kehilangan substansi karena teralihkan oleh narasi viral yang dangkal. Masyarakat harus didorong untuk kembali kepada nilai-nilai demokrasi deliberatif, di mana diskusi berbasis argumen dan fakta menjadi fondasi pengambilan keputusan.

Membangun Sistem Demokrasi yang Tangguh

Dalam konteks Indonesia, demokrasi yang tangguh tidak hanya bergantung pada institusi politik yang kuat, tetapi juga pada kapasitas masyarakat untuk berpartisipasi secara kritis dalam proses politik. Untuk itu, beberapa langkah penting dapat diambil:

  1. Pendidikan Digital dan Literasi Data: Masyarakat perlu dibekali dengan kemampuan memahami bagaimana algoritma bekerja dan dampaknya terhadap informasi yang mereka konsumsi.

  2. Regulasi Platform Digital: Pemerintah harus memastikan bahwa platform digital mematuhi standar transparansi dan akuntabilitas, terutama dalam hal moderasi konten dan penggunaan data pengguna.

  3. Meningkatkan Partisipasi Publik: Membangun forum-forum deliberatif yang memanfaatkan teknologi digital untuk memperkuat partisipasi publik secara langsung, seperti diskusi online yang dimoderasi dengan baik.

  4. Memastikan Netralitas Teknologi Pemilu: Transparansi dalam penggunaan teknologi pemilu, termasuk audit independen terhadap sistem elektronik, sangat penting untuk menjaga integritas proses demokrasi.

Melalui bukunya, García-Marzá dan Calvo mengingatkan bahwa demokrasi yang sejati semestinya berpusat pada manusia, bukan algoritma. Refleksi atas perkembangan demokrasi Indonesia di menjelang Pilres hingga Pilkada serentak 2024 mengungkapkan bahwa meskipun dapat menjadi alat yang kuat untuk mendukung demokrasi, tanpa pengawasan dan pengaturan yang tepat, teknologi juga dapat menjadi ancaman terbesar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun