1. Memperkuat solidaritas internal ASEAN untuk menghadapi China secara kolektif.
2. Terus mendorong finalisasi Code of Conduct (CoC) di Laut China Selatan yang mengikat secara hukum.
3. Melibatkan kekuatan eksternal seperti AS, Jepang, dan India untuk mengimbangi pengaruh China di kawasan.
4. Meningkatkan kapasitas pertahanan masing-masing negara anggota, terutama dalam aspek maritim.
Namun, efektivitas strategi ini masih dipertanyakan mengingat perbedaan kepentingan di antara negara-negara ASEAN sendiri. Beberapa negara seperti Kamboja dan Laos, yang memiliki kedekatan ekonomi dengan China, cenderung lebih lunak dalam menyikapi isu Laut China Selatan.
Tantangan
Ke depan, tantangan bagi ASEAN adalah bagaimana mempertahankan sentralitasnya dalam mengelola konflik regional, termasuk isu Laut China Selatan. ASEAN perlu memperkuat mekanisme internal untuk menyelesaikan perbedaan di antara anggotanya dan menyajikan front yang lebih bersatu dalam menghadapi China.
Sementara itu, China juga dihadapkan pada pilihan sulit. Melanjutkan tindakan unilateral berisiko merusak hubungannya dengan negara-negara ASEAN dan mendorong mereka lebih dekat ke orbit AS. Di sisi lain, mengambil pendekatan yang lebih kooperatif mungkin dianggap sebagai kelemahan oleh elemen nasionalis di dalam negeri.
Hingga KTT ASEAN ini, konsistensi China untuk inkonsisten dalam penyelesaian konflik Laut China Selatan tetap menjelaskan kompleksitas sikap China sendiri. Dialog diplomatik memang perlu terus berlanjut antara China dan negara-negara lain pengklaim kawasan itu, walau tindakan di lapangan sering kali berkata lain.Â
Negara-negara ASEAN, meskipun memiliki kepentingan yang beragam, terus berupaya menjaga stabilitas kawasan dan mendorong penyelesaian damai.Â
Tanpa adanya perubahan signifikan dalam pendekatan China atau penguatan solidaritas ASEAN, konflik ini kemungkinan akan terus menjadi sumber ketegangan di kawasan Asia Tenggara untuk waktu yang lama.