Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Krisis Myanmar, Ujian Berat bagi Kredibilitas dan Relevansi ASEAN

8 Oktober 2024   22:21 Diperbarui: 9 Oktober 2024   19:40 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KTT ASEAN 2024 yang berlangsung pada 8-11 Oktober 2024. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/aww.)

Salah satu poin kunci dari konsensus, misalnya, adalah dimulainya dialog inklusif dengan semua pihak. Namun kenyataannya hingga kini, junta secara konsisten menolak untuk berunding dengan kelompok oposisi, seperti NUG.

ASEAN juga menghadapi kritik karena pendekatannya yang terlalu "lunak" dan "tidak tegas" terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh junta. Alih-alih memberlakukan sanksi atau tindakan keras lainnya, ASEAN hanya mengeluarkan pernyataan yang mengutuk kekerasan secara umum. 

ASEAN tidak secara spesifik mengecam tindakan militer atau menyerukan adanya akuntabilitas bagi kejahatan yang dilakukan. Ini menunjukkan lemahnya komitmen ASEAN dalam menangani krisis ini, yang menyebabkan organisasi tersebut semakin kehilangan relevansinya di mata komunitas internasional.

Tantangan Internal

ASEAN, dengan prinsip non-interferensi dan konsensus dalam pengambilan keputusan, menghadapi kesulitan dalam mengambil tindakan tegas terhadap Myanmar. Beberapa negara anggota, seperti Kamboja dan Thailand, cenderung lebih lunak dalam pendekatannya terhadap junta, sementara negara-negara lain seperti Indonesia dan Malaysia telah bersikap lebih kritis. 

Perpecahan dan perbedaan pandangan ini membuat ASEAN sulit mencapai konsensus dalam mengambil langkah yang lebih keras terhadap Myanmar. Berbagai inisiatif penyelesaian krisis Myanmar telah dilakukan, namun perbedaan pandangan itu menambah kompleks penyelesaian krisis Myanmar.

Selain itu, keterlibatan kekuatan besar, seperti China dan India, yang memiliki kepentingan di Myanmar juga menambah lapisan kompleksitas dalam upaya ASEAN untuk menangani krisis ini. Kedua negara ini memiliki hubungan strategis dengan junta dan terlibat dalam persaingan geopolitik di kawasan, yang pada akhirnya dapat melemahkan peran ASEAN dalam menengahi konflik.

Upaya untuk Tetap Relevan

Meskipun menghadapi berbagai hambatan, ASEAN tetap berupaya mempertahankan relevansinya dalam menangani krisis Myanmar. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah memperluas keterlibatan dengan aktor-aktor non-militer, termasuk NUG dan kelompok etnis bersenjata, yang memiliki pengaruh besar di beberapa wilayah Myanmar. 

Langkah ini akan memberikan tekanan diplomatik yang lebih besar kepada junta dan meningkatkan legitimasi ASEAN di mata rakyat Myanmar yang mendukung perlawanan. Hingga kini, ASEAN menolak kehadiran perwakilan politik junta militer Myanmat di berbagai pertemuan tingkat tinggi (KTT).

Selain itu, ASEAN juga perlu memperluas bantuan kemanusiaan melalui mekanisme yang lebih independen dari kontrol junta, seperti melibatkan organisasi masyarakat sipil di perbatasan Thailand-Myanmar. Upaya ini akan memastikan bantuan benar-benar sampai kepada masyarakat yang membutuhkan, tanpa memperkuat kekuasaan junta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun