Sebagai contoh, Lebanon yang sudah menghadapi krisis ekonomi, kemungkinan besar akan terjebak dalam konflik ini karena keterlibatan Hezbollah sebagai milisi proksi Iran.
Dari sudut pandang realisme, potensi perang besar di Timur Tengah adalah hasil dari logika anarki internasional yang memaksa negara-negara untuk selalu siap berperang. Kekuatan militer dianggap sebagai alat utama untuk mencapai keamanan nasional dan mempertahankan kedaulatan.Â
Dalam konflik antara Israel dan Iran, kita bisa melihat bagaimana adagium bahwa negara harus siap berperang untuk berdamai terus terbukti relevan. Kedua negara ini merasa bahwa kekuatan militer adalah satu-satunya cara untuk menekan musuh mereka.Â
Negara-negara besar tidak memiliki pilihan, selain meningkatkan kekuasaan mereka di dunia yang anarkis. Dalam hal ini, potensi perang besar di Timur Tengah adalah manifestasi dari sistem internasional yang mendukung penggunaan kekuatan militer sebagai alat utama dalam mencapai perdamaian dan stabilitas.Â
Di bawah kerangka ini, Israel dan Iran hanya berusaha untuk memastikan bahwa mereka berada dalam posisi yang aman dan kuat di kawasan tersebut, bahkan jika itu berarti mengorbankan perdamaian jangka pendek.
Untuk mencegah perang besar, dunia internasional perlu mencari jalan keluar diplomatik yang mampu mengakomodasi kepentingan keamanan kedua negara.Â
Meski begitu, selama Israel dan Iran terus berpegang teguh pada prinsip-prinsip realisme, di mana kekuatan militer adalah alat utama untuk mencapai tujuan, maka jalan menuju perdamaian di Timur Tengah dikhawatirkan tetap terjal dan berliku.
Sumber: