Dari perspektif liberal, kerja sama ekonomi yang lebih erat dengan China melalui GSI dan BRI dapat meningkatkan interdependensi dan mengurangi risiko konflik (Keohane & Nye, 1977). Namun, realitas menunjukkan bahwa peningkatan ketergantungan ekonomi pada China juga dapat digunakan sebagai leverage dalam isu-isu keamanan dan teritorial (Goh, 2021).
Indonesia, sebagai ekonomi terbesar di ASEAN, menghadapi dilema ini secara langsung. Di satu sisi, Indonesia membutuhkan investasi China untuk proyek-proyek infrastruktur besarnya. Di sisi lain, Indonesia juga harus mempertahankan kedaulatannya di perairan Natuna yang berbatasan dengan klaim Nine-Dash Line China.
Dilema serupa dihadapi oleh Malaysia dan Filipina, yang telah menerima investasi besar dari China namun juga menghadapi tantangan teritorial di Laut China Selatan.
Dilema Strategis
GSI juga menciptakan dilema strategis bagi ASEAN sebagai organisasi. ASEAN telah lama menganut prinsip sentralitas ASEAN dan non-alignment dalam urusan keamanan regional (Acharya, 2014). GSI berpotensi mengganggu keseimbangan ini dengan mendorong polarisasi antara blok yang dipimpin China dan blok yang dipimpin AS.
Dari perspektif konstruktivis, GSI dapat dilihat sebagai upaya China untuk membentuk ulang norma dan identitas keamanan regional (Wendt, 1992). Ini menciptakan tantangan bagi ASEAN dalam mempertahankan narasinya sendiri tentang keamanan regional yang berpusat pada ASEAN.
Dilema ini terlihat dalam respons ASEAN terhadap GSI. Ada kekhawatiran bahwa GSI dapat memperburuk ketegangan di ASEAN dan melemahkan kohesi organisasi. Namun, ASEAN juga tidak dapat sepenuhnya menolak GSI tanpa risiko alienasi China.
Singapura, sebagai negara kecil yang sangat bergantung pada stabilitas regional, menghadapi dilema ini secara langsung. Singapura harus menyeimbangkan hubungannya dengan China dan AS, sambil tetap mempertahankan prinsip netralitas dan mendukung sentralitas ASEAN.
Implikasi
Menghadapi dilema-dilema ini, ASEAN perlu mengadopsi pendekatan yang hati-hati dan nuansa. Beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan meliputi:
1. Memperkuat solidaritas internal: Seperti yang disarankan oleh Natalegawa (2023), ASEAN perlu memprioritaskan konsultasi rutin dan meningkatkan mekanisme pembangunan konsensus. Ini akan memungkinkan ASEAN untuk menghadapi GSI dengan posisi yang lebih kuat dan terpadu.