Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kebijakan Luar Negeri Kamala Harris: Meneruskan Warisan Partai Demokrat dalam Era Baru

6 Agustus 2024   23:51 Diperbarui: 8 Agustus 2024   07:28 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) pada 2024, Kamala Harris diperkirakan akan mengarahkan kebijakan luar negeri AS berdasarkan prinsip-prinsip inti Partai Demokrat, sambil beradaptasi dengan tantangan geopolitik kontemporer. 

Pendekatan Harris kemungkinan akan mencerminkan sintesis antara warisan kebijakan luar negeri Demokrat dan perspektif pribadinya yang dibentuk oleh pengalamannya sebagai Wakil Presiden.

Kecenderungan semacam itu merupakan pola umum dalam sejarah politik luar negeri AS. Sejak kampanye, seorang calon presiden akan membangun arah kebijakan globalnya berdasarkan prinsip-prinsip dasar partai politiknya.

Pola-pola ini menyebabkan arah politik luar negeri calon presiden atau presiden terpilih dari berbeda antara yang berasal dari Partai Republik dan Demokrat. Kebijakan Donald Trump dan Joe Biden menunjukkan perbedaan besar sebagai pengaruh dari partai politik masing-masing. 

Mengetahui kebijakan luar negeri Kamala Harris menjadi sangat penting untuk mengantisipasi peluang dan tantangannya bagi perdamaian dunia. Sebagai negara adidaya yang secara relatif lebih mendominasi politik global ketimbang Rusia dan China, siapa pun yang menjadi Presiden AS memiliki pengaruh strategis bagi tatanan dunia.

Apek pertama, yaitu multilateralisme dan kerjasama internasional akan menjadi pilar utama kebijakan luar negeri Harris. Sebagai penerus kebijakan Biden, Harris diperkirakan akan memperkuat kembali komitmen AS terhadap organisasi internasional dan perjanjian multilateral. 

John Ikenberry (2023), seorang profesor hubungan internasional di Princeton University, menegaskan kebangkitan multilateralisme AS di bawah pemerintahan Demokrat adalah langkah krusial untuk mengatasi tantangan global yang semakin kompleks. 

Prinsip itu diyakini membuat Harris akan memprioritaskan penguatan PBB, WHO, dan perjanjian iklim Paris. Kecenderungan kebijakan itu mencerminkan keyakinan Demokrat bahwa masalah global memerlukan solusi global.

Aspek kedua, mempromosikan demokrasi dan hak asasi manusia. Harris diperkirakan akan mengadopsi pendekatan yang lebih nuansa dibandingkan dengan pendahulunya. Thomas Carothers (2024) dari Carnegie Endowment for International Peace berpendapat mengenai kemungkinan pemerintahan Harris akan mengejar promosi demokrasi. 

Diplomasi Harris dalam promosi demokrasi bisa lebih halus dan memberi dukungan terhadap masyarakat sipil, daripada intervensi langsung. Pendekatan ini mencerminkan keseimbangan antara idealisme demokrat dan realisme pragmatis dalam menghadapi tantangan global.

Lebih lanjut, dplomasi sebagai alat utama kebijakan luar negeri akan menjadi ciri khas administrasi Harris. Harris kemungkinan akan mengembalikan diplomasi ke garis depan kebijakan luar negeri AS, dengan penekanan pada negosiasi multilateral dan pembangunan koalisi. 

Praktek diplomasi ini akan tampak jelas pada upaya Harris untuk menyelesaikan konflik di Ukraina dan meredakan ketegangan dengan China. Bahkan, diplomasi itu juga akan dilakukan dalam mempengaruhi sikap Israel terhadap Palestina.

Aspek keempat adakah komitmen Harris terhadap aliansi tradisional AS akan tetap menjadi prioritas utama. Ada keyakinan kuat bahwa kekuatan Amerika terletak pada kekuatan aliansinya. Harris diperkirakan akan melanjutkan upaya untuk memperkuat NATO dan aliansi di Asia-Pasifik, sambil beradaptasi dengan realitas geopolitik baru. 

Adaptasi itu diperkirakan mendorong Harris untuk memodernisasi aliansi AS untuk menghadapi tantangan abad ke-21, termasuk ancaman siber dan perubahan iklim. Aliansi ini termasuk yang di kawasan Indo-Pasifik, seperti QUADS dan AUKUS. 

Aspek kelima berkaitan dengan pendekatan komprehensif terhadap keamanan nasional akan menjadi karakteristik penting kebijakan Harris. Keamanan di era modern memerlukan pemahaman yang lebih luas, melampaui kekuatan militer tradisional (Nye, 2022). 

Dengan pandangan itu, Harris diperkirakan akan memberikan prioritas tinggi pada isu-isu, seperti keamanan siber, ketahanan terhadap pandemi, dan mitigasi perubahan iklim sebagai komponen integral keamanan nasional AS.

Selanjutnya, aspek keenam adalah perdagangan internasional. Harris kemungkinan akan mengadopsi pendekatan yang menyeimbangkan keterbukaan ekonomi dengan perlindungan kepentingan domestik. Kebijakan perdagangan Harris akan berusaha memaksimalkan manfaat globalisasi sambil melindungi pekerja Amerika dan standar lingkungan. 

Lalu, aspek ketujuh yaitu dukungan Harris pada soft power sebagai elemen kunci dalam strategi Harris untuk memulihkan kepemimpinan global AS. Joseph Nye (2024) menegaskan kemampuan AS untuk menarik dan mempengaruhi melalui nilai-nilai dan budaya akan menjadi aset krusial dalam diplomasi abad ke-21. 

Harris bakal menaruhnperhatian pada peningkatan investasi dalam program pertukaran budaya, bantuan luar negeri, dan diplomasi publik untuk meningkatkan citra dan pengaruh AS di panggung global.

Aspek kedelapan berfokus pada pembangunan global sebagai strategi Harris untuk mempromosikan stabilitas internasional. Investasi dalam pembangunan global adalah investasi dalam keamanan AS (Sachs, 2024). Komitmen ini mendorong pemerintahan Harris, jika terpilih nanti, meningkatkan anggaran bantuan luar negeri AS dan memprioritaskan program-program yang mengatasi akar penyebab ketidakstabilan global, seperti kemiskinan, ketidaksetaraan, dan perubahan iklim.

Selain isu-isu global di atas, pemerintahan Harris juga dapat diprediksi mempersiapkan kebijakan AS dalam merespons dinamika kawasan dan negara-negara tertentu.

Dalam menghadapi tantangan spesifik, misalnya kebangkitan China, Harris kemungkinan akan mengadopsi pendekatan yang menggabungkan persaingan strategis dengan kerja sama selektif. 

Kebijakan Harris terhadap China akan mencerminkan 'kompetisi bertanggung jawab', berfokus pada perlindungan kepentingan AS sambil mencari bidang-bidang kerjasama potensial seperti perubahan iklim dan non-proliferasi nuklir.

Soal krisis di Timur Tengah, Harris akan mengejar pendekatan yang lebih seimbang. AS mungkin bisa memainkan peran mediator yang lebih aktif dalam konflik Israel-Palestina, sambil mempertahankan komitmen AS terhadap keamanan Israel. 

Kemungkinan arah kebijakan luar negeri Kamala Harris di atas dapat dikatakan mencerminkan kontinuitas dengan prinsip-prinsip inti Partai Demokrat, sambil beradaptasi dengan realitas geopolitik yang berubah. Tentunya masih ada kebijakan-kebijakan lainnya, apalagi yang bersifat sementara atau tiba-tiba. 

Kemampuan Harris menavigasi berbagai ketegangan itu bakal sangat menentukan efektivitas dan dampak kebijakan luar negerinya terhadap posisi global Amerika Serikat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun