Melalui kampanye disinformasi yang terorganisir di media sosial dan platform digital lainnya, aktor-aktor yang diduga terkait dengan pemerintah Rusia berhasil mempengaruhi opini publik dan potensial mempengaruhi hasil pemilihan (Mueller, 2019).Â
Melalui kasus itu, Internet dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan "perang informasi" yang dapat mengancam integritas sistem politik dan sosial suatu negara.
Aktor non-negara
Dalam konteks ini, peran aktor-aktor non-negara, seperti perusahaan teknologi, organisasi media, dan kelompok-kelompok kepentingan, menjadi semakin penting.
Mereka dapat memanfaatkan kuasa struktural Internet untuk mempengaruhi alur informasi, mengontrol narasi, dan bahkan mengganggu proses pengambilan keputusan di tingkat global (Nye, 2011).Â
Perilaku aktor-aktor non-negara itu dapat berdampak signifikan pada stabilitas sistem internasional, terutama ketika kepentingan mereka bertentangan dengan kepentingan negara-negara. Contoh penting dari fenomena ini adalah skandal Cambridge Analytica yang terungkap pada tahun 2018.Â
Perusahaan analisis data ini dituduh telah mengumpulkan data pribadi jutaan pengguna Facebook tanpa izin dan menggunakannya untuk memanipulasi opini publik dalam berbagai kampanye politik di seluruh dunia, termasuk Brexit dan pemilihan presiden AS 2016.Â
Kasus ini menjadi contoh fenomena soal bagaimana aktor non-negara dapat memanfaatkan data dan algoritma untuk mempengaruhi proses demokratis dan stabilitas politik global.
Beberapa strategi
Untuk menghadapi tantangan ini, para pakar hubungan internasional menekankan pentingnya pengembangan strategi pertahanan siber yang komprehensif, serta peningkatan kerja sama internasional dalam menjaga keamanan siber global (Klimburg, 2017).Â
Inisiatif seperti Konvensi Budapest tentang Kejahatan Siber, yang diadopsi oleh Dewan Eropa pada tahun 2001, merupakan langkah penting dalam membangun kerangka hukum internasional untuk mengatasi kejahatan siber.Â