Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Sejarah Pembentukan ASEAN dan Konteks Masa Kini

15 Juli 2024   09:44 Diperbarui: 15 Juli 2024   09:49 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
encrypted-tbn0.gstatic.com

Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nations/ASEAN) telah menjadi kekuatan penting dalam lanskap geopolitik dan ekonomi Asia selama lebih dari lima dekade. 

Meskipun lahir di era yang berbeda, prinsip-prinsip dan tujuan yang mendasari pembentukan ASEAN tetap relevan dalam menghadapi tantangan kontemporer. 

Memahami akar sejarah ASEAN adalah kunci untuk mengevaluasi perannya saat ini dan potensinya di masa depan. Ketika ASEAN dibentuk pada tahun 1967, Asia Tenggara berada dalam kondisi yang rentan. Ketegangan Perang Dingin, ancaman komunisme, dan konflik regional seperti Konfrontasi Indonesia-Malaysia menciptakan atmosfer ketidakpastian (Weatherbee, 2019). 

Pembentukan ASEAN melalui Deklarasi Bangkok mencerminkan keinginan para pemimpin regional untuk menciptakan stabilitas dan mendorong pembangunan ekonomi. 

ASEAN lahir dari keinginan para pemimpin politik untuk mengamankan lingkungan yang damai bagi negara-negara Asia Tenggara yang baru merdeka untuk fokus pada pembangunan bangsa dan pembangunan ekonomi.

Prinsip-prinsip dasar yang ditetapkan dalam Deklarasi Bangkok - saling menghormati kedaulatan, non-intervensi, penyelesaian sengketa secara damai, dan pengambilan keputusan berdasarkan konsensus - membentuk apa yang kemudian dikenal sebagai "ASEAN Way". 

Pendekatan ini "bukan hanya preferensi budaya, tetapi pilihan strategis untuk mengelola sistem politik yang beragam dan permusuhan historis." Meskipun sering dikritik karena dianggap menghambat tindakan tegas ASEAN dalam isu-isu kontroversial, prinsip-prinsip ini telah memungkinkan organisasi untuk mempertahankan kesatuan di tengah keragaman yang luar biasa.

Dalam konteks kontemporer, relevansi prinsip-prinsip ini terus diuji. Krisis di Myanmar, misalnya, telah menantang prinsip non-intervensi ASEAN. 

Namun, pendekatan ASEAN yang berhati-hati dalam menangani situasi ini mencerminkan kesetiaan pada prinsip-prinsip dasarnya sekaligus upaya untuk tetap relevan dalam menangani krisis regional. Deklarasi Bangkok menetapkan tujuan aspirasional daripada komitmen yang mengikat, memungkinkan ASEAN berkembang dengan kecepatan yang nyaman bagi semua anggota.

Fokus awal ASEAN pada kerjasama ekonomi tetap menjadi pilar penting dari misi organisasi. Ba (2009) mencatat bahwa penekanan ASEAN pada kerjasama ekonomi sejak awal mencerminkan keyakinan para pendirinya bahwa saling ketergantungan ekonomi bisa menjadi fondasi bagi perdamaian regional. 

Visi ini telah berkembang menjadi inisiatif ambisius seperti Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yang bertujuan untuk menciptakan pasar dan basis produksi tunggal. Meskipun implementasinya menghadapi tantangan, MEA menunjukkan bagaimana aspirasi awal ASEAN terus berkembang untuk menghadapi realitas ekonomi global yang berubah.

Peran ASEAN sebagai pusat regionalisme Asia juga merupakan perwujudan dari visi para pendirinya. Konon, Deklarasi Bangkok 1967 sengaja dibuat tersamar agar memungkinkan ASEAN berkembang secara organik sebagai respons terhadap dinamika regional yang berubah.

Pendekatan ini telah memungkinkan ASEAN untuk memperluas perannya, memfasilitasi dialog dan kerjasama yang lebih luas melalui forum-forum seperti ASEAN Regional Forum (ARF) dan East Asia Summit (EAS).

Namun, ASEAN juga menghadapi kritik atas perceived ineffectiveness-nya dalam menangani isu-isu regional yang mendesak. 

Sengketa teritorial di Laut China Selatan, misalnya, telah menguji kemampuan ASEAN untuk bertindak sebagai mediator efektif. Stubbs (2008) melihat 'ASEAN Way' bukan hanya soal penghindaran konflik, tetapi lebih pada upaya menciptakan identitas regional yang berbeda dari model regionalisme Barat, misalnya Uni Eropa.

Tantangannya adalah bagaimana mempertahankan pendekatan khas ini sambil tetap efektif dalam menangani masalah kontemporer. Perkembangan teknologi dan tantangan global seperti perubahan iklim dan pandemi COVID-19 juga menguji relevansi dan adaptabilitas ASEAN. 

Organisasi ini telah merespons dengan inisiatif seperti ASEAN Smart Cities Network dan ASEAN Comprehensive Recovery Framework, menunjukkan kemampuannya untuk beradaptasi dengan isu-isu kontemporer. 

Namun, kecepatan dan efektivitas respons ASEAN sering menjadi subjek perdebatan. Tahun-tahun awal ASEAN memang lebih banyak ditandai dengan penekanan pada pembangunan kepercayaan di antara anggotanya, mencerminkan sejarah ketegangan regional yang baru saja terjadi (Leifer, 1989)

Prinsip ini tetap relevan hari ini, terutama ketika ketegangan geopolitik meningkat di kawasan Indo-Pasifik. Peran ASEAN dalam memfasilitasi dialog dan membangun kepercayaan antara kekuatan besar seperti AS dan China menjadi semakin penting.

Tarling (2006) berpendapat bahwa "pembentukan ASEAN dapat dilihat sebagai respons terhadap ketakutan 'Balkanisasi' yang lazim pada tahun 1960-an, bertujuan untuk membuktikan bahwa Asia Tenggara dapat mengelola urusannya sendiri." 

Dalam konteks saat ini, di mana persaingan kekuatan besar semakin intensif, kemampuan ASEAN untuk mempertahankan sentralitasnya dalam arsitektur regional menjadi semakin penting.

Melihat ke depan, ASEAN harus terus menyeimbangkan kesetiaan pada prinsip-prinsip dasarnya dengan kebutuhan untuk beradaptasi dengan realitas baru. Bagi Acharya (2014), prinsip non-intervensi, meskipun sering dikritik, telah sangat penting dalam mempertahankan kesatuan ASEAN di tengah keragaman politik yang signifikan.

Namun, interpretasi dan penerapan prinsip ini mungkin perlu dievaluasi kembali untuk memungkinkan ASEAN merespons secara lebih efektif terhadap krisis regional.

Sejarah pembentukan ASEAN dan prinsip-prinsip dasarnya tetap sangat relevan dalam konteks kontemporer. Kemampuan organisasi untuk mempertahankan stabilitas regional, mendorong integrasi ekonomi, dan memfasilitasi dialog internasional mencerminkan visi para pendirinya. 

Meski begitu, ASEAN juga harus terus berevolusi untuk menghadapi tantangan baru dan mempertahankan relevansinya di abad ke-21. Keberhasilan ASEAN di masa depan akan bergantung pada kemampuannya untuk menyeimbangkan penghormatan terhadap warisan historisnya dengan kebutuhan untuk inovasi dan adaptasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun