Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Potensi Majunya Kaesang ke Pilgub di Era Kepala Daerah Muda

1 Juli 2024   23:11 Diperbarui: 3 Juli 2024   07:24 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep di Kantor DPP PSI, Jakarta | Foto: Adinda Putri via Kompas.com

Fenomena kepala daerah muda telah menjadi tren yang semakin menonjol dalam perpolitikan Indonesia beberapa tahun terakhir. Salah satu figur yang menarik perhatian publik adalah Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo, yang dikabarkan berpotensi maju dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Tengah 2024.

Survei terbaru dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan elektabilitas Kaesang yang cukup tinggi di Jawa Tengah, bahkan mengungguli beberapa kandidat senior. Hal ini mencerminkan adanya dukungan publik terhadap figur muda dalam perpolitikan daerah. 

Keunggulan Kaesang dalam survei itu dianggap tidak lepas dari apa yang disebut sebagai "efek Jokowi". Tingginya tingkat kepuasan masyarakat Jawa Tengah terhadap kinerja Presiden Jokowi (85,1%) berkorelasi dengan dukungan terhadap Kaesang. 

Hasil survei itu menunjukkan bahwa faktor ketokohan dan kekerabatan masih memainkan peran penting dalam preferensi pemilih.

Namun, potensi majunya Kaesang juga menimbulkan perdebatan di masyarakat. Di satu sisi, hadirnya figur muda seperti Kaesang dapat membawa semangat baru dan inovasi dalam kepemimpinan daerah. 

Banyak yang berharap pemimpin muda akan membawa perubahan dan pendekatan segar dalam mengelola pemerintahan. Fenomena ini agaknya konsisten dengan tren kepala daerah muda yang bermunculan di berbagai wilayah Indonesia.

Di sisi lain, muncul kekhawatiran tentang kesiapan dan pengalaman politik Kaesang untuk memimpin provinsi sebesar Jawa Tengah. Kritik juga muncul terkait nepotisme dan pemanfaatan pengaruh keluarga Presiden Jokowi dalam politik. 

Beberapa pihak mempertanyakan apakah Kaesang benar-benar memiliki kapasitas atau hanya mengandalkan nama besar sang ayah. Terlepas dari pro dan kontra, fenomena ini mencerminkan adanya pergeseran preferensi pemilih yang mulai membuka diri terhadap pemimpin muda. 

Hal ini dapat dilihat sebagai peluang untuk regenerasi kepemimpinan dan membawa perspektif baru dalam tata kelola pemerintahan daerah. 

Munculnya kepala daerah muda di berbagai wilayah Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa publik mulai memberikan kepercayaan kepada generasi baru untuk memimpin. 

Contohnya adalah Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi yang berusia 37 tahun saat terpilih, atau Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin yang terpilih di usia 28 tahun. Contoh lain dapat ditambahkan beserta prestasi masing-masing. 

Para pemimpin muda ini dinilai membawa gaya kepemimpinan yang lebih dinamis, melek teknologi, dan responsif terhadap aspirasi generasi milenial dan Gen Z. Mereka juga dianggap lebih berani melakukan terobosan dan inovasi dalam pelayanan publik.

Namun demikian, usia muda bukan jaminan keberhasilan. Ada juga kasus kepala daerah muda yang tersandung masalah hukum atau dinilai kurang berpengalaman dalam mengelola birokrasi. Ini menunjukkan bahwa faktor integritas, kapasitas, dan visi tetap menjadi hal krusial terlepas dari usia pemimpin.

Dalam konteks potensi majunya Kaesang di Pilgub Jawa Tengah, masyarakat perlu menilai secara kritis kualifikasi dan visi yang ditawarkan. Latar belakang sebagai pengusaha muda dan aktivis sosial perlu dipertimbangkan, namun juga harus diimbangi dengan kesiapan dalam memahami kompleksitas permasalahan di Jawa Tengah.

Pilgub Jawa Tengah 2024 dapat menjadi momentum untuk mendorong lahirnya pemimpin muda yang berkualitas. Meski begitu, pemilih juga harus cermat agar tidak terjebak pada politik identitas atau sekedar memilih berdasarkan ketokohan keluarga. 

Yang terpenting adalah bagaimana calon pemimpin, terlepas dari usianya, mampu menawarkan visi dan program konkret untuk memajukan Jawa Tengah. Isu-isu seperti pengentasan kemiskinan, pemerataan pembangunan, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta pemberdayaan UMKM harus menjadi fokus utama.

Ke depan, fenomena kepala daerah muda seperti yang tercermin dalam potensi majunya Kaesang, perlu disikapi secara proporsional. 

Di satu sisi, ini adalah peluang untuk mendorong regenerasi kepemimpinan dan membawa ide-ide segar. Namun di sisi lain, masyarakat juga harus tetap kritis dan tidak mudah terpesona oleh ketokohan semata.

Yang diperlukan adalah figur pemimpin yang memiliki integritas, kapasitas, dan visi yang jelas untuk memajukan daerah. Usia muda bisa menjadi nilai tambah, namun bukan faktor penentu utama. 

Masyarakat Jawa Tengah dan daerah lain di Indonesia harus cerdas dalam memilih pemimpin yang benar-benar mampu membawa perubahan positif dan menjawab kebutuhan rakyat.

Dengan demikian, era kepala daerah muda yang kini mewarnai lanskap politik Indonesia dapat menjadi katalis bagi lahirnya kepemimpinan yang lebih baik. 

Bukan hanya soal usia, tapi lebih pada kualitas dan komitmen untuk memajukan daerah dan mensejahterakan rakyat. Itulah esensi demokrasi yang harus terus diperjuangkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun