Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Soal Kedaulatan Data di Tengah Jebolnya Pusat Data Nasional

28 Juni 2024   23:59 Diperbarui: 29 Juni 2024   21:01 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di zaman sekarang, data telah menjadi aset yang sangat berharga. Banyak negara ingin memiliki kontrol atas data warga negaranya. 

Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan membangun pusat data nasional. Namun, upaya ini memiliki berbagai tantangan dan dampak yang perlu diperhatikan.

Apa itu kedaulatan data? 

Secara sederhana, kedaulatan data berarti suatu negara memiliki kendali penuh atas data yang dihasilkan oleh warganya. 

Kedaulatan data mencakup soal-soal di mana data disimpan, siapa yang bisa mengaksesnya, dan bagaimana data itu digunakan. Pusat data nasional adalah salah satu cara bagi sebuah negara untuk mencapai kedaulatan data.

Mengapa kedaulatan data penting? Ada setidaknya tiga alasan terkait urgensi kedaulatan data. 

Pertama adalah alasan keamanan nasional. Data sensitif negara bisa lebih terlindungi jika disimpan di dalam negeri.

Alasan kedua adalah privasi warga negara. Era digital memaksa negara memiliki perangkat kebijakan melindungi data pribadi warganya dari pihak asing. Lalu, alasan ekonomi juga menjadi perhatian. Dengan menyimpan dan mengolah data di dalam negeri, pemerintah bisa menciptakan lapangan kerja dan mendorong industri teknologi lokal.

Contoh nyata upaya kedaulatan data adalah ketika Indonesia membangun Pusat Data Nasional (PDN). Tujuannya agar data penting pemerintah dan warga bisa disimpan di dalam negeri, bukan di server asing.

Namun begitu, kedaulatan data juga memiliki tantangan tidak mudah bagi negara, termasuk Indonesia. Meskipun data disimpan di dalam negeri, masih ada risiko serangan siber. Contohnya, PDN Indonesia mengalami gangguan yang membuat banyak layanan pemerintah terganggu.

Kiteworks
Kiteworks

Tantangan lainnya berkaitan dengan biaya. Membangun dan memelihara pusat data nasional membutuhkan investasi besar. Ini bisa jadi beban berat bagi negara berkembang. Selain itu, mengelola pusat data canggih membutuhkan tenaga ahli. Banyak negara masih kekurangan SDM di bidang ini. 

Keahlian ini tidak semata soal teknologi informasi, namun kemampuan visioner pemimpin. Bagaimana mungkin sebuah lembaga pemerintah yang khusus ditugaskan dalam keamanan dan, sekaligus, kedaulatan data ternyata memiliki struktur jaringan mudah diperoleh hacker?

Tantangan selanjutnya adalah keterbatasan teknologi. Beberapa negara (mungkin termasuk Indonesia) masih bergantung pada teknologi asing untuk pusat data mereka, yang nerakibat pada berkurangnya tingkat kedaulatan yang ingin dicapai.

Dampak dari upaya kedaulatan data melalui pusat data nasional juga beragam. Dampak positifnya meliputi: meningkatnya kontrol pemerintah atas data nasional, berkembangnya industri data dan teknologi lokal, peelindungan privasi warga dari eksploitasi pihak asing.

Selain itu, dampak negatifnya juga perlu mendapatkan perhatian, yaitu: potensi penyalahgunaan data oleh pemerintah sendiri, terhambatnya aliran data global yang bisa mengganggu bisnis, meningkatnya biaya operasional bagi perusahaan yang harus menyimpan data lokal

Berkaca pada kebijakan beberapa negara, Uni Eropa (UE), misalnya, memiliki General Data Protection Regulation (GDPR) yang mengatur ketat perlindungan data warga Eropa. Lalu, China mengeluarkan kebijakan "Great Firewall" yang membatasi akses internet dan mewajibkan perusahaan teknologi asing menyimpan data di dalam negeri. Sedangkan, Rusia mewajibkan media sosial menyimpan data warga Rusia di server lokal.

Lantas, bagaimana sebaiknya negara menyikapi isu kedaulatan data? 

Keamanan data ibaratnya merupakan dua sisi dari satu mata uang. Yang satu berkaitan dengan perlindungan atau keamanan data. Yang lainnya adalah transparansi data. 

Di negara-negara demokratis, negosiasi antara pemerintah dengan masyarakat berlangsung alot berkaitan dengan dua isu itu (perlindungan dan transparansi data). Pemerintah dan masyarakat memiliki kekuatan seimbang atau yang dikenal dengan strong states, strong societies.

Sementara itu, negara-negara otoriter cenderung mengedepankan perlindungan atau keamanan data, tanpa mempertimbangkan isu transparansi data. Di negara-negara ini (seperti China dan Rusia), pemerjntah memiliki posisi kuat, sedangkan masyarakat lemah (strong states, weak societies).

Bagi Indonesia, demokrasi memang belum sekuat AS atau Uni Eropa. Jebolnya PDNS menunjukkan masih lemahnya kapabilitas pemerintah dalam keamanan dan kedaulatan data.

Sebaliknya, demokrasi Indonesia tentunya tidak bisa disamakan begitu saja dengan Rusia atau China, khususnya dalam tata kelola data di era digital sekarang.

Dihadapkan pada tantangan itu, pendekatan yang seimbang perlu dipertimbangkan. Pendekatan ini idak terlalu kaku dalam lokalisasi data, tapi juga tidak membiarkan data sensitif bebas mengalir ke luar negeri.

Upaya lainnya adalah melakukan kerja sama internasional. Partisipasi dalam forum-forum global untuk membahas standar keamanan dan privasi data menjadi salah satu isu penting dalam diplomasi digital.

Dengan cara itu, kedaulatan data melalui PDNS memang upaya penting di era digital. Namun, pelaksanaannya harus hati-hati dan seimbang. Negara perlu mempertimbangkan berbagai aspek seperti keamanan, privasi, inovasi, dan kerjasama global.

Tantangan terbesar adalah bagaimana menjaga kedaulatan data tanpa mengorbankan manfaat dari ekonomi digital global. Dengan pendekatan yang tepat, negara bisa memperkuat kedaulatannya di dunia digital sambil tetap memetik manfaat dari era data global. 

Yang terpenting, upaya ini harus selalu mengutamakan kepentingan dan hak-hak digital warga negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun