Provokasi angkatan laut China terhadap Filipina dan Vietnam di Laut China Selatan baru-baru ini telah menimbulkan kekhawatiran tentang ambisi hegemonik China. Repotnya, ambisi itu cenderung menghadirkan ancaman militer terhadap tatanan internasional berbasis aturan (rule-based order).
Kekhawatiran itu semakin nyata, walau disanggah berbagai pernyataan diplomatis petinggi China. Bukti di lapangan terlalu banyak untuk diabaikan. Apalagi otoritas maritim China seolah menegaskan kedaulatan di perairan nine-dash line di Laut China Selatan dengan penguatan fasilitas militer, termasuk tindakan berbahaya angkatan laut China terhadap kapal-kapal Filipina dan Vietnam baru-baru ini.
Sementara itu, ASEAN sebagai satu-satunya organisasi regional di kawasan Asia Tenggara dianggap terlalu lemah berhadapan dengan China. Berbagai perundingan regional di tingkat ASEAN dengan China selalu berakhir dengan kesepakatan untuk tidak bersepakat. Kalaupun ada, kesepakatan itu hanya terbatas di meja perundingan.Â
Di luar meja perundingan, kapal-kapal angkatan laut China akan menghalau dengan cara apa pun. Baru-baru ini, tentara China bersenjata kapak mendekati dan mengusir nelayan Filipina dari wilayah yang dianggap di dalam nine-dash line.Â
Rule-based orderÂ
Tindakan agresif China tentu saja bertentangan dengan prinsip-prinsip fundamental dari rule-based order yang disepakai bersama dalam tata kelola perairan internasional. Rule-based order menuntut kepatuhan negara-negara terhadap hukum internasional, penyelesaian sengketa secara damai, dan penghormatan terhadap kedaulatan negara lain.
Salah satu argumen kunci yang mendukung rule-based order diungkapkan oleh John Ikenberry. Menurut Ikenberry (2011), tatanan internasional yang stabil dan legitimate harus didasarkan pada aturan dan norma yang disepakati bersama.
Kepatuhan sebuah negara bukan pada didasarkan pada dominasi kekuatan tunggal, namun pada aturan main atau norma internasional. Selanjutnya, Ikenberrry juga mengungkapkan bahwa rule-based order berperan menciptakan lingkungan yang lebih dapat diprediksi dan adil bagi negara-negara untuk berinteraksi dan mengejar kepentingan mereka.
Lalu, Amitav Acharya (2018) berpendapat bahwa rule-based order sangat penting untuk mengelola saling ketergantungan dan menjaga stabilitas dalam dunia yang semakin saling terhubung dan kompleks. Keberadaan aturan dan institusi multilateral memungkinkan negara-negara untuk mengatasi masalah bersama.Â
Hubungan internasional kontemporer menghadapi berbagai ancaman baru, seperti perubahan iklim dan proliferasi nuklir, yang tidak dapat diatasi secara efektif oleh negara-negara yang bertindak sendiri. Negara-negara itu dapat menyepakati berbagai aturan main internasional untuk mengatasi masalah itu secara kolektif (orchestrated action).