Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Meningkatnya Potensi Perang di Laut China Selatan

23 Juni 2024   22:49 Diperbarui: 24 Juni 2024   04:32 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laut China Selatan telah menjadi salah satu titik panas geopolitik terpenting di dunia dalam beberapa dekade terakhir. Kawasan ini menyimpan kekayaan sumber daya alam yang melimpah serta memegang peranan vital dalam jalur perdagangan maritim global.

Namun di balik kepentingan ekonomi tersebut, terselip ambisi teritorial dan persaingan kekuatan militer yang mengancam stabilitas kawasan. Dalam pandangan realisme, konflik di Laut China Selatan dapat dipahami sebagai pertarungan kepentingan nasional negara-negara yang terlibat, terutama China dengan klaim wilayah dan langkah-langkah militerisasinya.

Sengketa wilayah di Laut China Selatan menjadi konflik kepentingan nasional, tanpa solusi jelas karena tidak ada otoritas tunggal yang disegani. Anarki adalah fitur penting yang menentukan stabilitas keamanan dunia. Tanpa otoritas pusat untuk menerapkan aturan secara efektif, Laut China Selatan menjadi arena konflik kepentingan nasional tanpa ada kekuatan yang dapat mengontrol secara efektif

Bagi China, Laut China Selatan merupakan wilayah perairan yang melekat dengan kedaulatan dan keamanan nasionalnya (Panda, 2022). Kebijakan kontroversial nine-dash line yang mencakup hampir seluruh perairan Laut China Selatan merefleksikan ambisi Beijing untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai wilayah pengaruh utamanya.

Amerika Serikat (AS), misalnya, mencurigai klaim nine-dash line itu sebagai upaya awal untuk memperluas kedaulatan teritorialnya. Dalam pandangan itu, China dianggap memiliki ambisi hegemoni regional di kawasan ini.

Langkah militerisasi yang masif di pulau-pulau yang dikuasainya, seperti pembangunan landasan militer dan penempatan persenjataan, menunjukkan kesungguhan China untuk memproyeksikan kekuatan dan mempertahankan klaimnya atas wilayah tersebut.

Negara-negara seperti China, Vietnam, dan Filipina akan bertindak rasional untuk memaksimalkan kepentingan nasional mereka dalam memperebutkan pengaruh dan sumber daya di Laut China Selatan. Mereka berupaya memaksimalkan kepentingan nasional mereka yang didefinisikan sebagai kekuasaan dan keamanan (Donnelly, 2005).

Dalam konteks regional yang lebih luas, ASEAN mengkritik langkah-langkah militerisasi di perairan kawasan Indo-China, baik oleh China maupun AS. Bagi ASEAN, persaingan kedua negara besar itu telah merembet pada upaya perluasan kepentingan di negara-negara kawasan. 

Dari perspektif realisme, tindakan-tindakan China ini dapat dilihat sebagai upaya untuk meningkatkan kapabilitas militer dan posisi tawar dalam mengamankan akses terhadap sumber daya serta jalur perdagangan yang vital bagi kepentingan nasionalnya (Beckley, 2017).

Pengendalian atas Laut China Selatan tidak hanya memberi keuntungan ekonomi, tetapi juga keamanan maritim yang menguntungkan bagi Beijing dalam menghadapi rival seperti Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya di kawasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun