Namun demikian, langkah-langkah sepihak China telah memicu ketegangan dan meningkatkan risiko konflik terbuka dengan negara-negara tetangga yang juga mengklaim wilayah di Laut China Selatan seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei. Bentrokan antara kapal-kapal penjaga pantai serta insiden penahanan nelayan oleh pihak-pihak yang bertikai semakin sering terjadi (Grossman, 2019).
Vietnam dan Filipina bahkan telah mengalami beberapa kali insiden di mana kapal-kapal mereka dihampiri atau diancam oleh kapal-kapal China dalam upaya penegakan klaim wilayah. Menurut pandangan realisme, para pemain utama seperti China, Vietnam, dan Filipina cenderung memprioritaskan kepentingan nasional mereka dalam persaingan memperebutkan pengaruh dan sumber daya di Laut China Selatan (Pant & Purnendra, 2022).
Tekanan domestik dan nasionalisme menjadi faktor pendorong bagi elite-elite politik di negara-negara ini untuk mengambil sikap konfrontatif demi menjaga kredibilitas dan ketahanan rezim mereka. Akibatnya, ruang untuk solusi damai dan kompromi menjadi semakin sempit.
Meski konflik terbuka masih dihindari oleh semua pihak, eskalasi ketegangan dan aksi-aksi provokasi memang meningkatkan potensi pecahnya perang di Laut China Selatan (Bateman, 2022). Jika insiden tak terduga seperti bentrok senjata atau serangan terhadap instalasi militer terjadi, respons balasan dapat dengan cepat memicu pertempuran yang lebih besar.
Apalagi dengan keterlibatan kekuatan adidaya seperti Amerika Serikat yang berkomitmen membela sekutu-sekutunya di kawasan, perang terbuka menjadi semakin mungkin terjadi meski tetap menjadi pilihan terakhir. Peningkatan militerisasi China di Laut China Selatan mau tidak mau mengancam kebebasan navigasi di perairan internasional.Â
Dalam menghadapi tantangan ini, pendekatan realisme menekankan pentingnya memperkuat kapabilitas pertahanan dan kekuatan militer sebagai cara utama untuk mengamankan kepentingan nasional. Akibat selanjutnya adalah kemungkinan negara-negara di Asia yang berpotensi konflik dengan China meminta bantuan militer ke AS.
Dalam situasi tertentu, ekskalasi konflik di antara kedua negara besar itu telah menghadirkan kekuatan militer kedua pihak di Laut China Selatan. Walaupun Filipina dan Vietnam memiliki kedekatan ekonomi dengan China, namun kebijakan pertahanan-keamanan mereka tampaknya masih memperlihatkan kedekatan kepada AS.
Solusi damai
Namun di sisi lain, upaya-upaya diplomasi dan pencarian solusi damai juga perlu terus diupayakan untuk mencegah konflik terbuka yang tentunya akan mengakibatkan konsekuensi berat, tidak hanya bagi kawasan tetapi juga stabilitas global. Berbagai upaya diplomasi telah dilakukan beberapa negara, baik secara bilateral maupun regional.Â
Di tingkat bilateral, Vietnam dan Filipina selalu melakukan pertemuan bilateral secara langsung maupun tidak langsung. Pertemuan bilateral tidak langsung biasanya dilaksanakan pada saat Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN dengan mitra dialog, termasuk China.Â
Sementara itu, pertemuan-pertemuan regional di tingkat ASEAN juga dilakukan di antara para pemimpin ASEAN dan pemimpin China. Sejauh ini, berbagai upaya diplomasi itu hanya menghasilkan kesepakatan dalam bentuk Declaration of Conduct (D0C) dan Code of Conduct (CoC) di antara pihak-pihak yang bertikai.Â