Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Perdebatan Kebijakan Tapera untuk Meningkatkan Kepercayaan Publik

6 Juni 2024   23:42 Diperbarui: 7 Juni 2024   07:38 946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu, kelompok pengusaha Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) secara resmi dan tegas menolak pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Perdebatan tersebut mencerminkan apa yang disebut Laclau (1990) sebagai dislokasi, yaitu momen di mana suatu wacana dominan ---dalam hal ini, Tapera--- diinterupsi oleh kemunculan tuntutan-tuntutan baru. Wacana ideal Tapera yang digagas pemerintah ternyata malah menuai berbagai kontra-wacana dari elemen-elemen masyarakat. 

Mereka merasa aspirasi dan kepentingannya belum terakomodasi dan, bahkan, diabaikan oleh pemerintah. Yang menarik lagi adalah kemungkinan adanya sandiwara politik. Konon beberapa fraksi di DPR yang menyetujui kebijakan ini menggeser posisi politiknya menyerang kebijakan Tapera. 

Alih-alih memandang ini sebagai ancaman, pemerintah sebaiknya melihat kritik, protes, atau keberatan itu sebagai peluang demokratisasi kebijakan. Pemerintah perlu membuka ruang dialog yang egaliter dengan berbagai pemangku kepentingan, khususnya kelompok pekerja, buruh, pengusaha, dan masyarakat berpenghasilan rendah yang menjadi subjek Tapera. 

Jaminan pemerintah

Dalam demokrasi, masukan yang konstruktif dari masyarakat sangat penting bagi sebuah kebijakan. Tujuannya adalah menyempurnakan aturan turunan, mekanisme pendanaan dan penyaluran manfaat, serta skema pengasan Tapera agar lebih inklusif dan partisipatif.

Selain itu, pemerintah perlu menjamin transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana Tapera. Kekhawatiran publik tentang potensi penyalahgunaan dan penyelewengan dana harus dijawab dengan sistem kontrol dan pengawasan yang ketat, baik oleh otoritas publik maupun masyarakat sipil. 

Kekhawatiran itu bukannya tanpa dasar. Berbagai kasus korupsi atas dana-dana publik yang dikumpulkan dari masyarakat menjadi semacam memori kolektif. Bahkan dana asuransi dari TNI, seperti ASABRI, Jiwasraya, dan Taspen juga dikorupsi oleh pejabat publik. 

Ada pandangan sumir bahwa sejarah korupsi politik di Indonesia selalu mengiringi setiap pemerintahan demokratis paska-1998. Biaya politik yang tinggi pada pemilihan umum konon menjadi salah satu penyebabnya. 

Walaupun penangkapan dan penghukuman telah dilakukan, namun pengembalian dana publik yang dikorupsi itu masih menjadi tanda tanya besar. Profesionalitas lembaga pengelola investasi Tapera dan kesesuaian pemanfaatan dana dengan tujuan perumahan rakyat harus menjadi prioritas.

Lebih dari itu, pemerintah mesti menunjukkan bahwa Tapera bukan sekadar retorika politik populis. Sebaliknya, Tapera perlu menjadi contoh kebijakan yang feasible dan berdampak nyata. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun