Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Diplomasi Publik Indonesia Membangun Norma Perdamaian di Laut China Selatan

26 Mei 2024   21:57 Diperbarui: 28 Mei 2024   17:25 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diplomasi publik Indonesia telah memainkan peran sentral dalam mendorong sentralitas ASEAN dan mempromosikan perdamaian di Laut China Selatan. Melalui pendekatan konstruktivisme, diplomasi publik itu bertujuan untuk membentuk norma-norma dan identitas bersama yang mendukung penyelesaian damai sengketa dan menentang penggunaan kekerasan.

Bagi konstruktivisme, realitas sosial tidak bersifat objektif, melainkan dikonstruksi secara intersubjektif melalui interaksi dan pemahaman bersama di antara aktor-aktor (Wendt, 1992). 

Dengan cara berpikir seperti itu, diplomasi publik Indonesia berupaya membangun norma-norma dan identitas bersama yang mempromosikan sentralitas ASEAN dan perdamaian di Laut China Selatan. Tujuan akhirnya adalah penguatan kedaulatan wilayah Indonesia.

Identitas ASEAN 

Salah satu upaya utama Indonesia adalah mempromosikan identitas ASEAN sebagai komunitas yang menjunjung nilai-nilai perdamaian dan kerja sama. Indonesia telah berupaya membangun identitas bersama ASEAN sebagai kawasan yang aman, damai, dan stabil. 

Dengan menekankan identitas ini, Indonesia berharap dapat mendorong penyelesaian damai sengketa Laut China Selatan melalui diplomasi dan dialog melalui norma "ASEAN Way" atau cara penyelesaian sengketa secara damai melalui dialog dan konsultasi (Sukma, 2014). 

Pembentukan norma regional itu mendukung perdamaian dan stabilitas, seperti Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC). Penyelesaian sengketa secara damai dan larangan penggunaan kekerasan menjunjung prinsip non-intervensi.

Indonesia juga mempromosikan ASEAN sebagai pusat kekuatan dan pemain utama dalam arsitektur keamanan regional melalui berbagai forum dan inisiatif, seperti ASEAN Regional Forum (ARF) dan East Asia Summit (EAS).

Melalui forum-forum itu, Indonesia berkomitmen mengkampanyekan narasi ASEAN sebagai komunitas yang menjunjung nilai-nilai perdamaian, kerja sama, dan persatuan dalam menghadapi ancaman keamanan bersama seperti terorisme, kejahatan lintas negara, dan bencana alam.

Selain itu, forum-forum itu juga berfungsi membangun kepercayaan (confidence-building measures/CBM) di antara negara-negara anggota ASEAN. Beberapa bentuk konkret kerja sama itu, seperti kerja sama militer, latihan bersama, dan pertukaran intelijen untuk mencegah konflik dan mempromosikan transparansi.

Dengan upaya-upaya ini, Indonesia berusaha membangun identitas ASEAN sebagai kawasan yang aman, damai, dan stabil, di mana penyelesaian sengketa dilakukan secara damai melalui diplomasi dan kerja sama regional. Hal ini penting untuk mendorong sentralitas ASEAN dan mempromosikan perdamaian dalam mengelola sengketa seperti di Laut China Selatan.

Sea of Peace

Selain itu, Indonesia juga aktif mendorong norma-norma yang menentang penggunaan kekerasan dan mempromosikan penyelesaian sengketa secara damai. Indonesia telah memainkan peran penting dalam membangun norma-norma damai dan kerja sama di kawasan ASEAN. 

Melalui diplomasi publik, Indonesia berupaya meyakinkan aktor-aktor di kawasan tersebut bahwa penyelesaian damai sengketa Laut China Selatan adalah satu-satunya cara untuk mencapai perdamaian dan stabilitas yang berkelanjutan.

Upaya ini juga didukung oleh pembentukan narasi baru tentang Laut China Selatan sebagai sea of peace atau laut perdamaian, bukan sea of conflict atau laut konflik. Diplomasi publik Indonesia telah berhasil mempromosikan narasi Laut China Selatan sebagai laut perdamaian yang menjadi simbol kerja sama dan stabilitas kawasan. 

Norma perdamaian juga diupayakan melalui beberapa workshop atau pertemuan ahli di bidang non-politik (pertahanan). Workshop mengenai managing potential conflicts in the South China Sea, misalnya, menjadi salah satu pertemuan tahunan sejak lebih dari 25 tahun lalu.

Walaupun bersifat jangka pendek dan sektoral, kerja sama itu belum mampu mendorong kesepakatan konkret di antara negara-negara yang bersengketa klaim di Laut China Selatan. 

Meski begitu, upaya membangun narasi baru ini tetap dilanjutkan, Indonesia dan negara-negara lain berkomitmen dapat mengubah persepsi dan perilaku aktor-aktor di kawasan tersebut.

Tantangan

Namun, upaya ini ternyata tidak lepas dari tantangan dan kritik. Meskipun pendekatan Indonesia dalam membangun identitas ASEAN mendapat apresiasi, ada beberapa kritik yang diajukan oleh berbagai pihak. Kritik itu, misalnya, meliputi: 

1. Pandangan bahwa Indonesia dianggap terlalu lunak dan tidak cukup tegas dalam merespons klaim-klaim teritorial yang berlebihan dan tindakan provokatif di Laut China Selatan. Kritik ini menilai Indonesia seharusnya mengambil sikap yang lebih keras dan tidak hanya mengandalkan diplomasi.

2. Kritik selanjutnya terkait dengan tendensi bahwa norma-norma damai dan penyelesaian sengketa secara damai yang dipromosikan Indonesia justru telah dimanfaatkan oleh aktor-aktor yang ingin mempertahankan status quo untuk menguntungkan mereka (Parameswaran, 2019).

3. Meskipun Indonesia kerap mempromosikan identitas ASEAN sebagai kawasan damai, beberapa pengamat menilai hal tersebut masih sebatas retorika. Promosi itu kurang diikuti dengan implementasi dan tindakan nyata untuk menjamin perdamaian dan stabilitas kawasan.

4. Kritik selanjutnya berkisar pada keterbatasan sumber daya dan kapasitas, terutama dalam hal anggaran, infrastruktur, dan sumber daya manusia yang mmemadaidalam diplomasi publik Indonesia. Akibatnya, efektivitas promosi identitas ASEAN sebagai kawasan damai menjadi terhambat.

5. Kritik juga mengarah pada kenyataan mengenai kurangnya koordinasi dan kohesi internal di antara negara-negara anggota ASEAN. Situasi ini telah menghambat upaya Indonesia dalam membangun identitas bersama sebagai kawasan yang aman dan stabil.

Meskipun demikian, pendekatan konstruktivisme yang dianut Indonesia tetap masih dianggap penting. Pendukung konstruktivisme berpendapat bahwa upaya diplomasi publik Indonesia telah berhasil membangun norma-norma dan identitas bersama yang mendorong sentralitas ASEAN dan perdamaian di Laut China Selatan. 

Indonesia dipandang telah mampu mempromosikan ASEAN sebagai organisasi regional yang penting dan efektif dalam mengelola sengketa di kawasan ini.

Upaya Indonesia untuk mewujudkan sea of peace atau laut perdamaian di Laut China Selatan juga memiliki keterkaitan dengan penguatan kedaulatan wilayah Indonesia, termasuk di perairan Laut Natuna Utara.

Indonesia mengupayakan agar pengelolaan sengketa Laut China Selatan dilakukan secara damai berdasarkan hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982. 

Pada gilirannya, langkah ini memperkuat posisi hukum Indonesia dalam menegakkan kedaulatan di wilayah perairan Natuna. Meskipun fokus utama adalah menciptakan stabilitas dan perdamaian di Laut China Selatan, upaya diplomasi publik Indonesia untuk mewujudkan sea of peace juga memiliki implikasi penting dalam memperkuat kedaulatan wilayah Indonesia, termasuk di perairan Natuna Utara yang strategis dan kaya sumber daya.

Dengan pendekatan diplomasi publik, Indonesia tetap berperan penting dalam menciptakan perubahan positif di kawasan Laut China Selatan. Promosi nilai-nilai perdamaian dan kerja sama dapat meningkatkan posisi Indonesia berharap dalam penyelesaian damai sengketa dan mengubah Laut China Selatan menjadi sea of peace.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun