Upaya Tiongkok membangun hegemoni wacana itu ditentang oleh negara-negara lain. Bahkan, penentangan itu juga muncul dari Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, Jepang, dan ASEAN dalam konteks Indo-Pasifik.Â
Akibatnya, ketegangan terjadi di kawasan itu berkaitan dengan klaim masing-masing pihak yang berkonflik. Untuk menghadapi situasi ini, Laclau menekankan pentingnya counter-hegemony, yaitu membangun wacana tandingan untuk melawan dominasi atau hegemoni pihak tertentu.Â
Hingga saat ini, masing-masing pihak saling berwacana sebagai salah satu bentuk counter-hegemony demi memperjuangkan kepentingan mereka. Dalam proses memperjuangkan hegemoni itu, ketidaksetujuan pihak-pihak lain diwujudkan dalam bentuk protes atau penentangan terhadap kebijakan China.
Dalam konteks ini, Indonesia secara konsisten memperjuangkan penyelesaian sengketa secara damai berdasarkan hukum internasional, khususnya United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982. Indonesia bahkan adalah satu-satunya negara anggota ASEAN yang mengirim surat protes, meskipun zona ekonomi eksklusif (ZEE) di Laut Natuna Utara berbatasan langsung dengan perairan LCS (26/05/2020).
Indonesia harus terus mendorong semua pihak untuk menahan diri dan menyelesaikan sengketa melalui dialog dan negosiasi, dengan menghormati hukum internasional.Â
Upaya diplomatik ini penting untuk membangun wacana tandingan bahwa tidak ada satu pihak pun yang bisa mengklaim LCS secara sepihak.
Selain itu, Indonesia juga perlu memperkuat kerja sama dan koordinasi dengan negara-negara ASEAN lainnya. ASEAN harus bersatu dan berbicara dengan satu suara dalam menghadapi klaim Tiongkok. Jika tidak, Tiongkok akan dengan mudah memecah belah negara-negara ASEAN.Â
ASEAN selalu mendorong empat negara anggotanya agar berunding di tingkat regional, yaitu ASEAN, untuk mewujudkan satu suara itu. Â Tujuan utamanya adalah membangun konsensus di antara negara ASEAN demi memperkuat posisi tawar ASEAN secara kolektif vis-Ã -vis Tiongkok.
Indonesia juga harus terus memperkuat kapabilitas pertahanan maritimnya untuk menjaga kedaulatan dan kepentingan nasionalnya. Pengamanan dan pengawasan wilayah yurisdiksi nasional Indonesia di Laut China Selatan, terutama di sekitar Kepulauan Natuna, harus terus ditingkatkan untuk mencegah pelanggaran kedaulatan.
Kehadiran militer yang kuat akan menjadi deterrence untuk mencegah eskalasi ketegangan di kawasan. Isu ini menjadi penting mengingat kapal-kapal penjaga pantai China beberapa kali bermanuver hingga perairan perbatasan Laut Natuna Utara.
Namun pada akhirnya, menurut perspektif Laclau, stabilitas permanen di LCS akan sulit tercapai, karena wacana yang saling bertentangan dari berbagai pihak akan terus berinteraksi dan berevolusi.Â