Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki kepentingan besar dalam menjaga stabilitas dan keamanan di kawasan maritim, termasuk di Laut China Selatan (LCS), melalui diplomasi maritim.Â
Menggunakan diplomasi maritim, Indonesia berupaya memainkan peran konstruktif dalam mendorong kerja sama dan dialog antar negara yang bersengketa untuk mengelola dan menyelesaikan konflik secara damai.
Diplomasi maritim merupakan upaya diplomatik sebuah negara melalui jalur laut untuk mencapai tujuan tertentu, seperti memperkuat kedaulatan, menjaga keamanan, dan mempromosikan kerja sama internasional. Diplomasi ini melibatkan berbagai kegiatan, termasuk negosiasi, pengaturan perjanjian, dan partisipasi dalam organisasi internasional.
Indonesia memiliki kepentingan menjaga kedaukatan teritori maritim di perairan itu. Indonesia secara geografis berbatasan langsung dengan LCS memandang urgensi menjaga perdamaian dan mencegah eskalasi konflik di perairan tersebut.Â
Apalagi kawasan perairan ini dikenal sebagai salah satu jalur pelayaran dan perdagangan tersibuk di dunia yang menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.Â
Dinamika potensi konflik di perairan itu telah menimbulkan ketegangan dan berpotensi mengganggu keamanan dan stabilitas kawasan. Sengketa teritorial di LCS menjadi berkepanjangan hingga kini.Â
Klaim Tiongkok/China telah menempatkannya berhadapan dengan beberapa negara di sekitarnya, seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Potensi konflik semakin terbuka ketika ke-4 negara itu cenderung meminta kehadiran militer Amerika Serikat untuk menyaingi provokasi militer China di LCS.
Inisiatif Indonesia
Salah satu inisiatif diplomasi maritim Indonesia adalah mengusulkan konsep Indo-Pacific Treaty of Friendship and Cooperation yang bertujuan membangun arsitektur keamanan inklusif berbasis aturan di kawasan Indo-Pasifik, termasuk Laut China Selatan. Proposal ini disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada East Asia Summit tahun 2018 di Singapura.Â