Kepentingan keamanan ini terkait pula dengan kepentingan kedaulatan Indonesia atas wilayah perairannya, khususnya di Natuna yang berbatasan langsung dengan LCS. Meskipun tidak terlibat sengketa wilayah, Indonesia menghadapi tantangan terkait klaim historis Tiongkok atas LCS yang ditandai dengan nine-dash line.
Klaim tersebut tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di utara Natuna. Indonesia dengan tegas menolak klaim Tiongkok dan menegaskan bahwa tidak ada overlapping claim antara kedua negara. Untuk menegakkan kedaulatan, Indonesia telah meningkatkan kehadiran militernya di Natuna, termasuk membangun pangkalan militer terpadu dan melaksanakan latihan perang secara rutin (Laksmana, 2011).
Kendati demikian, Indonesia tetap mengedepankan pendekatan dialog dan kerja sama dengan Tiongkok dalam kerangka hubungan strategis kedua negara.
Ketiga kepentingan nasional tersebut mendorong Indonesia untuk mengambil peran konstruktif dalam upaya mewujudkan sea of peace di LCS. Konsep ini pertama kali disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam KTT Asia Timur di Manila tahun 2017. Untuk mewujudkan visi tersebut, Indonesia mengedepankan pendekatan kerja sama ekonomi sebagai modalitas untuk mengelola sengketa secara damai.
Indonesia meyakini bahwa saling ketergantungan ekonomi dapat menciptakan kepentingan bersama (common interests) yang mengikat negara-negara untuk menahan diri dari konflik (Natalegawa, 2018). Untuk itu, Indonesia aktif mempromosikan kerja sama praktis di bidang-bidang non-tradisional seperti perikanan, perlindungan lingkungan laut, keselamatan navigasi, riset kelautan, dan penanggulangan bencana di LCS (Kemlu RI, 2019).
Salah satu inisiatif utamanya adalah mendorong terwujudnya Code of Conduct (COC) di LCS sebagai instrumen untuk mengelola perilaku negara-negara secara damai. Indonesia menjembatani negara-negara ASEAN dan Tiongkok dalam perundingan COC dengan menekankan pentingnya substansi yang efektif dan timeline yang jelas.
Namun, peran itu menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia. Sebagai natural leader di ASEAN, Indonesia berkomitmen mendorong negosiasi COC itu sejak 2011. Sedangkan, China kekeuh untuk menolak perundingan di tingkat regional ASEAN dan menuntut negosiasi bilateral.
Persoalan lainnya adakah rendahnya kohesivitas di antara negara-negara anggota ASEAN (Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Brunei) yang memiliki klaim terhadap LCS. China dengan mudah menawarkan manfaat relatif (relative gains) yang berbeda ke setiap negara itu. Akibatnya, Indonesia memiliki kesulitan menjalankan diplomasi regionalnya ketika kepentingan nasional dari masing-masing negara itu lebih diuntungkan oleh pendekatan bilateral China.
Sementaranitu, dalam konteks Indo-Pasifik,  Indonesia juga menginisiasi ASEAN Outlook on Indo-Pacific. Inisiatif itu menjadi kerangka kerja sama inklusif yang menempatkan ASEAN sebagai sentral dalam arsitektur kawasan.Â
Pendekatan sea of peace yang diusung Indonesia ini sejalan dengan prinsip politik luar negeri bebas aktif. Melalui pendekatan itu, Laut China Selatan harus dikelola menjadi kawasan yang stabil dan damai.Â
Sebagai negara non-claimant, Indonesia dapat terus berkontribusi secara konstruktif sesuai dengan prinsip politik luar negeri kita yang bebas aktif. Pemerintahan baru Indonesia di bawah kepemimpinan kepemimpinan Presiden terpilih Prabowo Subianto diyakini mempunyai menegaskan kedaulatan Indonesia melalui berbagai inisiatif keamanan regional.Â