Di sisi lain, Tiongkok menggunakan Belt and Road Initiative (BRI) untuk mengartikulasikan visinya tentang tatanan alternatif berbasis konektivitas dan pembangunan infrastruktur. Tiongkok berupaya mengisi penanda "Indo-Pasifik" dengan gagasan "komunitas nasib bersama" dan "kerja sama win-win".
Bagi China, BRI adalah jalan untuk perdamaian, kemakmuran, keterbukaan dan inovasi, bukan untuk perselisihan dan konfrontasi. Wacana ini bertujuan melawan hegemoni AS dengan membentuk rantai ekuivalensi tandingan.
Ekuivalensi tandingan itu membentuk batas-batas wacana yang mendukung hegemoni AS atau hegemoni China.
Menurut Laclau (1990), identitas aktor-aktor sosial bersifat relasional dan tidak tetap. Kontestasi antara narasi FOIP dan BRI mencerminkan upaya AS dan Tiongkok untuk menetapkan identitas mereka vis-a-vis satu sama lainnya sebagai kekuatan dominan di Indo-Pasifik.
Namun, persaingan ini juga membuka ruang bagi kemunculan posisi-posisi subjek baru yang dapat mengartikulasikan wacana alternatif. ASEAN, misalnya, berupaya membangun wacana Indo-Pasifik yang inklusif dan terpusat pada ASEAN melalui ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP).
AOIP menekankan sentralitas ASEAN, norma-norma berbasis aturan, dan kerja sama saling menguntungkan. Wacana AOIP menawarkan perspektif dan pendekatan ASEAN yang dapat berkontribusi pada memajukan perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di kawasan.
Dengan mengartikulasikan posisinya sebagai kekuatan tengah (middle power), ASEAN berupaya menjembatani kontestasi AS-China.
Laclau (2005) juga menekankan peran penanda-penanda kosong (empty signifiers) dalam membangun wacana hegemonik. Penanda kosong adalah penanda yang kehilangan keterkaitan dengan penanda partikular dan menjadi titik identifikasi bagi berbagai tuntutan sosial.
Penanda kosong dalam kasus Indo-Pasifik adalah "kerjasama" yang diperebutkan dua kekuatan besar, AS dan China. Dengan mengisinya dengan berbagai tuntutan seperti konektivitas, pembangunan berkelanjutan, atau keamanan maritim, aktor-aktor kawasan ini dapat membangun konsensus dan membuka ruang bagi tindakan politik bersama.
Contoh penanda kosong dapat merujuk pada kerjasama infrastruktur, seperti Africa Growth Corridor (AAGC) yang digagas India-Jepang, Regional Comprehensive EconomicPartnership (RCEP), atau AS-China Maritime Cooperation Fund. Inisiatif seperti itu dapat menjadi modalitas kerjasama inklusif.
Kerja sama semacam ini berpotensi menggeser fokus dari kontestasi kekuasaan menuju pencapaian kepentingan bersama. Selanjutnya, pergeseran fokus itu berpotensi mengurangi risiko konflik terbuka.