Ketegangan antara Israel dan Iran telah mencapai titik kritis dengan adanya serangan langsung Iran terhadap Israel baru-baru ini. Konflik yang diperkirakan terus meningkat ini tidak hanya mengancam stabilitas dan perdamaian di kawasan Timur Tengah, tetapi juga berpotensi mengguncang perekonomian global, termasuk Indonesia.
Jalur penerbangan dan pelayaran dipastikan harus menghindari kawasan krisis kedua negara. Beberapa negara bahkan telah menutup kawasan udaranya.
Sementara itu, pelayaran internasional harus memikirkan risiko tak terduga jika melewati jalur tradisional, misalnya Selat Hormuz.
Perhatian terhadap dampak ini menjadi sangat urgen mengingat konflik itu berpotensi berkepanjangan. Ada kekawatiran bahwa konflik ini sengaja diciptakan agar berbagai negara tetap patuh pada sistem ekonomi liberal yang semakin terkoneksi.
Selain itu, konflik-konflik berskala global itu berlangsung di hampir semua wilayah strategis. Ada perang Rusia-Ukraina di benua Eropa, potensi konflik di Laut China Selatan dan Laut China Utara di kawasan Indo-Pasifik, dan krisis Israel-Iran di Timur Tengah.
Apalagi, krisis kedua negara—seperti krisis-krisis lainnya—diduga kuat melibatkan  persaingan kepentingan antara negara-negara besar, yaitu AS dan Rusia. Tidak bisa disangkal bahwa persaingan dua negara adidaya itu di Timur Tengah bisa dikatakan sebagai perpanjangan dari pertarungan mereka di krisis Ukraina.
Akibatnya, berbagai negara harus mulai memperhitungkan dampak ekonomi dari krisis Israel dan Iran itu. Kenyataan bahwa Timur Tengah merupakan wilayah yang kaya akan sumber daya energi, khususnya minyak dan gas alam, tentu saja menjadi pertimbangan utama.
Konflik berkepanjangan antara Israel dan Iran dapat mengganggu pasokan energi global, mengingat posisi strategis Selat Hormuz yang merupakan jalur utama pengiriman minyak dunia.
Gangguan ini berpotensi memicu lonjakan harga minyak di pasar internasional, yang akan berdampak signifikan pada ekonomi negara-negara importir minyak, termasuk Indonesia.