Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Perang Israel-Iran Berpotensi Menjadi Perang Dunia III?

15 April 2024   17:49 Diperbarui: 16 April 2024   14:00 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketegangan antara Israel-Iran memicu kekhawatiran akan potensi meletusnya perang berskala penuh di Timur Tengah yang dapat berkembang menjadi konflik global, bahkan Perang Dunia III. 

Ketegangan kedua negara telah mencapai titik didih setelah serangkaian konfrontasi militer terbaru. Serangan balasan Iran ke wilayah Israel pada April 2024 menandai eskalasi signifikan dalam perseteruan abadi kedua negara.

Untuk menilai sejauh mana perang Israel-Iran dapat bereskalasi menjadi konflik global, perlu ditelaah faktor-faktor penyebab Perang Dunia (PD) I dan II sebagai perbandingan. Salah satu manfaat mempelajari hubungan internasional adalah aspek prediktif, yaitu kemampuan memprediksi fenomena hubungan antar-negara.

Untuk menjelaskan sejauh mana konflik antara Israel-Iran berpotensi menjadi PD III, kita perlu mengetahui bagaimana atau apa saja penyebab PD I dan II. Kedua perang modern itu bisa membantu melihat kemungkinan terjadinya PD III.

PD I secara umum dipicu oleh kombinasi persaingan antar negara besar, militerisme, sistem aliansi yang rapuh, dan nasionalisme yang meningkat. Sedangkan, PD II terjadi akibat dari bangkitnya fasisme, kegagalan Liga Bangsa-Bangsa (LBB), ketidakpuasan Jerman terhadap Perjanjian Versailles, dan ambisi Hitler untuk menguasai Eropa.

Pada saat ini, persaingan antara Israel yang didukung Amerika Serikat (AS) dengan Iran yang disokong Rusia dalam memperebutkan pengaruh di Timur Tengah memang mengandung potensi konflik besar. Selain itu, perang proksi antara Israel-AS vs Iran-Rusia di Suriah selama bertahun-tahun dapat menjadi pemantik konflik terbuka, jika ada salah perhitungan. 

Namun, skala dan sifat persaingan ini belum sebanding dengan pertentangan menyeluruh antara blok Sekutu AS dan Uni Soviet (US) menjelang PD II. Struktur aliansi yang berlaku sekarang juga tidak sekaku dan sekonfrontatif pra-PD I dan pra-PD II. 

Meski AS dan Rusia mendukung pihak yang berseberangan, mereka cenderung menghindari konfrontasi langsung yang dapat bereskalasi di luar kendali. Konfrontasi AS lawan Rusia dalam perang Ukraina dan AS lawan China di Laut China Selatan dan Taiwan setidaknya membuktikan kecenderungan itu, setidaknya sampai sekarang.

Ketergantungan ekonomi akibat globalisasi membuat negara-negara besar lebih berhati-hati. Ini kontras dengan kondisi pra-PD I saat persaingan ekonomi justru menjadi picu perang.

Meski demikian, perang Israel-Iran tetap dapat memicu konflik regional yang meluas mengingat banyaknya aktor negara dan non-negara yang terlibat dengan kepentingan bertentangan. Ketegangan sektarian antara negara-negara Arab Sunni yang mendukung Israel vs Iran yang didominasi Syiah dapat menyulut konflik berdasarkan identitas di seluruh kawasan (Barnes-Dacey, 2024).

Konflik meluas dapat mengganggu pasokan energi global dan memicu krisis ekonomi. Gangguan di Selat Hormuz, misalnya, sebagai tempat lewatnya sepertiga perdagangan minyak dunia akan menimbulkan guncangan dahsyat. 

Faktor pencegah

Namun, saling ketergantungan ekonomi diperkirakan dapat berperan sebagai salah satu faktor penahan negara-negara besar untuk tidak terjun langsung dalam perang terbuka di zona-zona perang (hot spots), termasuk Israel-Iran. 

Keberadaan senjata nuklir juga menjadi faktor pencegah yang membuat negara-negara besar enggan terlibat langsung. Israel dan Iran sangat paham bahwa perang habis-habisan berpotensi meningkat menjadi bencana nuklir yang menghancurkan kedua pihak. 

Ini berbeda dengan PD I dan sebagian besar PD II ketika senjata nuklir belum ada. Senjata nuklir berfungsi sebagai deterrent power atau kekuatan penggentar bagi ekskalasi konflik bersenjata atau perang.

Dapat dikatakan bahwa perbedaan kondisi geopolitik dibandingkan pra-PD I dan II membuat eskalasi menjadi "Perang Dunia III" tidak serta-merta terjadi. Kondisi ini berlaku meski perang Israel-Iran berpotensi menimbulkan guncangan regional dan global. 

Skenario terburuk konflik meluas di Timur Tengah tampaknya masih lebih mungkin terjadi ketimbang Perang Dunia III dalam arti keterlibatan langsung negara-negara besar.

Meski demikian, risiko eskalasi baku serang antara Israel dan Iran tidak boleh diremehkan. Insiden tidak terduga dapat memicu reaksi berantai yang sulit dikendalikan. Apalagi keberadaan aktor-aktor non-negara yang tidak selalu tunduk pada otoritas negara.

Dalam situasi ini, tekanan diplomatik untuk meredakan ketegangan Israel-Iran dan mencegah pecahnya perang terbuka harus menjadi prioritas utama komunitas internasional. Sebab taruhan yang dihadapi bukan hanya stabilitas Timur Tengah, tapi juga perdamaian dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun