Konflik meluas dapat mengganggu pasokan energi global dan memicu krisis ekonomi. Gangguan di Selat Hormuz, misalnya, sebagai tempat lewatnya sepertiga perdagangan minyak dunia akan menimbulkan guncangan dahsyat.Â
Faktor pencegah
Namun, saling ketergantungan ekonomi diperkirakan dapat berperan sebagai salah satu faktor penahan negara-negara besar untuk tidak terjun langsung dalam perang terbuka di zona-zona perang (hot spots), termasuk Israel-Iran.Â
Keberadaan senjata nuklir juga menjadi faktor pencegah yang membuat negara-negara besar enggan terlibat langsung. Israel dan Iran sangat paham bahwa perang habis-habisan berpotensi meningkat menjadi bencana nuklir yang menghancurkan kedua pihak.Â
Ini berbeda dengan PD I dan sebagian besar PD II ketika senjata nuklir belum ada. Senjata nuklir berfungsi sebagai deterrent power atau kekuatan penggentar bagi ekskalasi konflik bersenjata atau perang.
Dapat dikatakan bahwa perbedaan kondisi geopolitik dibandingkan pra-PD I dan II membuat eskalasi menjadi "Perang Dunia III" tidak serta-merta terjadi. Kondisi ini berlaku meski perang Israel-Iran berpotensi menimbulkan guncangan regional dan global.Â
Skenario terburuk konflik meluas di Timur Tengah tampaknya masih lebih mungkin terjadi ketimbang Perang Dunia III dalam arti keterlibatan langsung negara-negara besar.
Meski demikian, risiko eskalasi baku serang antara Israel dan Iran tidak boleh diremehkan. Insiden tidak terduga dapat memicu reaksi berantai yang sulit dikendalikan. Apalagi keberadaan aktor-aktor non-negara yang tidak selalu tunduk pada otoritas negara.
Dalam situasi ini, tekanan diplomatik untuk meredakan ketegangan Israel-Iran dan mencegah pecahnya perang terbuka harus menjadi prioritas utama komunitas internasional. Sebab taruhan yang dihadapi bukan hanya stabilitas Timur Tengah, tapi juga perdamaian dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H