Selain itu, beban utang yang semakin berat akibat pandemi semakin menghambat kemampuan negara-negara berkembang untuk membiayai pemulihan ekonomi dan pembangunan sosial di negara-negara itu.
Bank Dunia
Bank Dunia, yang awalnya dibentuk untuk membiayai rekonstruksi pasca-perang, telah menjadi pendukung utama proyek-proyek pembangunan di negara-negara berkembang. Namun, pendekatan Marxis berpendapat bahwa proyek-proyek ini sering kali dirancang untuk melayani kepentingan perusahaan multinasional dan elit lokal daripada masyarakat miskin di negara-negara berkembang itu.
Dalam beberapa tahun terakhir, Bank Dunia telah terlibat dalam proyek-proyek infrastruktur kontroversial, seperti pembangunan bendungan di Afrika dan Asia. Pembangunan itu mamakan biaya sosial dan politik yang tinggi di negara-negara itu.
Pembangunan itu menyebabkan penggusuran paksa dan kerusakan lingkungan. Seperti IMF, maka Bank Dunia juga terus mendorong privatisasi layanan publik, seperti air dan pendidikan. Kebijakan itu berakibat pada meningkatnya biaya dan berkurangnya akses masyarakat miskin.Â
Sama seperti IMF, banyak kritik juga ditujukan pada kegagalan Bank Dunia dalam mengatasi isu-isu mendesak, seperti perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan isu-isu keadilan sosial.Â
Imperialisme dan Neoliberalisme
Dalam perspektif Marxis, IMF dan Bank Dunia adalah instrumen imperialisme ekonomi yang mempromosikan agenda neoliberal untuk kepentingan negara-negara kapitalis maju dan perusahaan multinasional (Petras & Veltmeyer, 2001). Kebijakan-kebijakan seperti liberalisasi keuangan dan perdagangan telah meningkatkan kerentanan negara-negara berkembang terhadap krisis ekonomi dan memfasilitasi aliran keluarnya kekayaan melalui repatriasi keuntungan dan pelarian modal (Amin, 1974).
Dalam konteks saat ini, ekspansi perusahaan-perusahaan teknologi raksasa dan dominasi keuangan global semakin memperkuat cengkeraman imperialisme di negara-negara berkembang. Perjanjian perdagangan dan investasi internasional, seperti Perjanjian Perdagangan Bebas Afrika Kontinental (AfCFTA) dan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) di Asia, juga berpotensi memperdalam integrasi negara-negara Selatan ke dalam sistem kapitalis global yang eksploitatif (Tandon, 2020; Firoze, 2020).
Bagi pendekatan Marxis, regionalisasi ekonomi sebenarnya tidak lebih dari perluasan liberalisasi di tingkat regional. ASEAN dipandang kelompok pendukung Marxis sebagai kepanjangtanganan kapitalisme global.
Alternatif dan Perlawanan