Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

TikTok China Menantang Hegemoni AS?

20 Maret 2024   21:51 Diperbarui: 23 Maret 2024   04:29 755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam lanskap geopolitik kontemporer, pertumbuhan ekonomi dan teknologi China telah menimbulkan pertanyaan penting tentang potensi untuk menyaingi hegemoni Amerika Serikat (AS). Penggunaan platform sosial media seperti TikTok oleh China, dalam konteks ini, sebenarnya memperlihatkan bagaimana China berupaya memperluas pengaruhnya secara global dan menantang dominasi AS.

Banyak anggota dewan AS khawatir TikTok memungkinkan pemerintah China mengakses data pengguna dan memengaruhi warga AS melalui algoritma platformnya. AS semakin bertekad memblokir aplikasi TikTok dengan meloloskan RUU yang mendorong ByteDance, perusahaan induk TikTok asal China, untuk melakukan divestasi atau TikTok akan dikeluarkan dari toko aplikasi di AS.

Penelitian menunjukkan TikTok mengumpulkan data seperti aplikasi medsos lainnya, tetapi belum ditemukan kerentanan atau perilaku seperti malware. Perdebatan masih berlangsung terkait potensi ancaman TikTok terhadap keamanan nasional AS.

Dalam menganalisis potensi China menggunakan TikTok untuk menyaingi hegemoni Amerika Serikat (AS), kita dapat menggunakan kerangka teori structural power atau kekuasaan struktural yang dikemukakan oleh pakar Ilmu Hubungan Internasional dari Inggris, yaitu Susan Strange. 

Teori ini melihat bagaimana kekuatan struktural dalam perekonomian global dapat digunakan sebagai sumber kekuatan dalam politik internasional.

Sumber keuasaan struktural

Menurut Strange (1994), structural power merujuk pada "kekuatan untuk membentuk dan menentukan aturan main, atau untuk mengubah distribusi keuntungan di masa depan." Strange mengidentifikasi ada empat sumber structural power: produksi, keuangan, pengetahuan, dan keamanan. 

Melalui TikTok, China dapat dapat dikatakan telah memanfaatkan kekuasaan struktural untuk menyaingi dominasi AS di bidang teknologi dan ekonomi digital. TikTok, dengan algoritma canggihnya mampu mengumpulkan dan memproses data pengguna secara masif. 

Kemampuan itu memberikan China akses ke sumber daya pengetahuan yang sangat berharga. Seperti yang dikatakan Joseph Nye (2011), di era informasi sekarang, kemampuan untuk mengumpulkan, memproses, dan memanipulasi informasi menjadi sumber kekuatan yang sangat penting. 

Melalui TikTok, China dapat mengumpulkan data perilaku, preferensi, dan tren pengguna dari seluruh dunia. Pada gilirannya, data itu dapat digunakan China untuk memahami dan mempengaruhi opini publik global.

Perkembangan sosial media (sosmed) terkini memang telah memungkinkan berbagai perusahaan sosmed itu muncul sebagai kekuatan struktural baru. Sumber kekuasaan tidak lagi sebatas berasal kepemilikan jabatan (politisi/birokrasi), uang (pengusaha), atau senjata (militer), tapi juga muncul dari kepemilikan data yang masif dan terstruktur melalui algoritma.

https://www.turkiyenewspaper.com/world/20810
https://www.turkiyenewspaper.com/world/20810

Data telah menjadi komoditas politik atau kekuasaan yang sangat berharga. Siapa yang menguasai data, merekalah yang memiliki kekuatan dalam ekonomi digital, kata Parag Khanna (2019), seorang pakar geopolitik.

Dengan basis pengguna TikTok yang besar, China disinyalir memiliki akses ke sumber daya pengetahuan yang luar biasa itu. Akses ke data itu dapat dimanfaatkan China untuk mempromosikan narasi dan agenda geopolitiknya di panggung internasional.

TikTok juga menjadi sarana bagi China untuk memperkuat structural power di bidang produksi. Aplikasi ini menjadi platform yang sangat efektif bagi perusahaan-perusahaan China untuk memasarkan produk dan layanan mereka ke pasar global. 

Henry Farrell (2020) mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan teknologi besar saat ini memiliki kemampuan untuk membentuk arena perdagangan dan produksi global sesuai dengan kepentingan mereka. Kemampuan mereka mendikte sistem produksi global ini dianggap melampaui pemilik kekuasaan tradisional, yaitu negara.

Dengan basis pengguna yang besar dan algoritma yang mampu menargetkan konten secara personal, TikTok menjadi sarana yang sangat efektif bagi perusahaan-perusahaan China untuk mempromosikan produk dan merek dagang mereka di pasar internasional. 

Kondisi ini secara tidak langsung telah membantu China meningkatkan daya saing produk-produknya di pasar global dan memperkuat posisinya dalam rantai nilai produksi global.

Kemampuan untuk mengendalikan pasar dan rantai nilai produksi adalah sumber kekuatan struktural yang sangat penting dalam ekonomi global saat ini (Keohane, 2021). Dengan TikTok, China dapat menggunakan structural power di bidang produksi untuk memperluas pengaruh ekonominya secara global dan menyaingi dominasi AS dalam bidang tersebut.

Ketiga, dalam hal keuangan, perluasan TikTok mempengaruhi perekonomian digital secara global. Dalam promosi e-commerce melalui platformnya, TikTok telah membentuk preferensi konsumen dan tren pasar global. 

Perkembangan itu secara langsung dipandang menantang hegemoni AS dalam ekonomi digital dan e-commerce. Seperti yang dijelaskan oleh Strange (1988), negara yang mengendalikan struktur keuangan bisa mempengaruhi kebijakan ekonomi dan finansial negara lain.

Keempat, terkait dengan pengetahuan, TikTok telah menjadi arena utama bagi pertarungan narasi dan informasi. Kekuatan dalam struktur pengetahuan, menurut Strange, sangat penting dalam mempengaruhi persepsi dan pandangan dunia (Strange, 1988). 

Siapa menduga bahwa TikTok membuat China memiliki potensi untuk menyebarluaskan narasi dan nilai budayanya. Bahkan potensi TikTok telah menantang dominasi budaya Barat yang dipimpin oleh AS.  

Kenyataan ini memungkinkan China memformulasi pemahaman global terhadap isu-isu penting, mulai dari politik internasional hingga hak asasi manusia.

Tantangan AS

Meski begitu, upaya China menggunakan TikTok telah menghadapi tantangan dan resistensi dari AS dan negara-negara Barat lainnya. Mereka khawatir bahwa China dapat memanfaatkan TikTok untuk melakukan kampanye pengaruh dan memata-matai pengguna di negara-negara tersebut. 

Hal ini tercermin dalam upaya AS untuk memblokir TikTok dan mendorong ByteDance, perusahaan induk TikTok, untuk melakukan divestasi. Pemerintah AS masih menunggu RUU tersebut lolos dari Senat. 

Walaupun belum ada bukti yang kuat menunjukkan TikTok membagi data pengguna ke pemerintah China atau memiliki fitur tersembunyi yang melanggar privasi, kekhawatran pemerintah AS masih dapat dipahami.

Upaya AS untuk memblokir TikTok merupakan strategi untuk membatasi kemampuan China dalam mengumpulkan data dan menyebarkan narasi yang menguntungkan bagi kepentingan geopolitiknya (Allison, 2023). Langkah ini mencerminkan persaingan kekuasaan struktural antara AS dan China dalam memperebutkan dominasi di bidang teknologi dan ekonomi digital.

Resistensi AS terhadap Tiktok sebenarnya dapat dikatakan lebih lambat ketimbang Inggris, Kanada, Taiwan, India, dan Uni Eropa yang telah melarangnya. Namun, oposisi negara-negara itu memang kurang signifikan dibanding persaingan kekuasaan struktural antara AS dan China lewat TikTok.

Dalam menghadapi tantangan ini, China harus mampu meyakinkan komunitas internasional bahwa TikTok tidak digunakan sebagai sarana untuk melakukan kampanye pengaruh atau memata-matai pengguna. Seperti yang dikatakan Joseph Nye (2011), di era informasi, soft power menjadi sangat penting, dan kemampuan untuk meyakinkan dan mempengaruhi opini publik global menjadi kunci untuk memenangkan persaingan struktural.

TikTok memang memiliki potensi untuk digunakan oleh China sebagai sarana untuk memperkuat structural power-nya di bidang pengetahuan dan produksi, yang dapat digunakan untuk menyaingi hegemoni AS dalam ekonomi digital global. Kemampuan TikTok itu mungkin sama dengan platform-platform sosmed lainnya yang mengumpulkan data penggunanya yang berasal dari AS dan negara-negara lain.

Keseriusan pemerintah AS memberangus TikTok tampaknya memang berakar pada potensi peningkatan structural power China, termasuk di sosial media. Keributan kedua negara bahkan juga terjadi di bidang-bidang lainnya, seperti penguasaan nikel untuk sumber energi mobil listrik. 

Kemunculan kekuasaan struktural China di bidang teknologi dan ekonooi digital memabgbtidak seheboh naiknyanperingkat global Jepang dan Korea Selatan. Pada galibnya, persaingan struktural antara AS dan China akan terus berlanjut dan menjadi salah satu isu utama dalam dinamika geopolitik global di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun