Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Olimpiade Paris 2024 dalam Bayang-bayang Pertarungan Geopolitik

18 Maret 2024   22:49 Diperbarui: 19 Maret 2024   08:23 879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peristiwa olahraga terbesar dunia, Olimpiade, seringkali dianggap sebagai momen persatuan dan perdamaian di antara bangsa-bangsa. Namun, di balik kemegahan dan euforia yang terpancar, tersingkap dimensi geopolitik yang kerap terabaikan.

Olimpiade Paris 2024 tak ayal menjadi ajang pertarungan kepentingan dan ideologi antar negara dalam konteks ketegangan global yang meningkat. Esai ini mencoba melihat Olimpiade Paris 2024 melalui kacamata teori kritis dalam studi Hubungan Internasional (HI).

Teori kritis dalam HI menolak pandangan bahwa pengetahuan dan realitas sosial bersifat objektif dan netral. Sebagaimana diungkapkan oleh Robert Cox (1981), "Teori selalu untuk seseorang dan untuk tujuan tertentu."

Sebaliknya, pengetahuan dan realitas selalu dipengaruhi oleh konteks historis, sosial, dan politik tertentu. Olimpiade Paris 2024 tidak bisa dilepaskan begitu saja dari konteks geopolitik global terkini. Dunia semakin memanas dengan pertentangan antara kekuatan Barat dan non-Barat, serta persaingan ideologi antara demokrasi liberal dan sistem otoriter.

Salah satu asumsi kritis dalam teori ini adalah bahwa hubungan kekuasaan dalam masyarakat mempengaruhi bagaimana pengetahuan diproduksi dan disebarkan. Seperti yang dikatakan oleh Andrew Linklater (1990), produksi pengetahuan tentang dunia sosial selalu sarat dengan hubungan kekuasaan dan dominasi.

Olimpiade, sebagai peristiwa global yang disaksikan oleh miliaran orang di seluruh dunia, menjadi arena di mana narasi-narasi kekuasaan dan kepentingan negara-negara tertentu dipromosikan dan dilegitimasi. Negara-negara Barat, termasuk Prancis sebagai tuan rumah, memiliki kekuatan naratif untuk membingkai dan menyajikan Olimpiade sesuai dengan nilai-nilai dan agenda geopolitik mereka.

Olimpiade Paris 2024 dapat dipandang sebagai panggung di mana negara-negara Barat, khususnya Prancis, berusaha mempertahankan dan memperkuat hegemoni mereka dalam tatanan global.

Melalui penyelenggaraan Olimpiade, Prancis dan negara-negara Barat lainnya dapat memproyeksikan kekuatan lunak (soft power) mereka, mempromosikan nilai-nilai demokrasi liberal, dan melegitimasi posisi mereka sebagai pemimpin dunia.

Teori kritis juga mengkritisi pandangan state-centric dalam HI tradisional dan menekankan pentingnya aktor-aktor non-negara dalam politik global. Melalui Olimpiade Paris 2024, berbagai korporasi multinasional dan organisasi olahraga internasional, seperti Komite Olimpiade Internasional (IOC), memegang peranan penting.

Kepentingan ekonomi dan politik dari aktor-aktor ini tidak dapat diabaikan dalam menganalisis dinamika geopolitik yang terjadi. Seperti yang diungkapkan oleh Richard Wyn Jones (1999), kekuasaan dalam politik global tidak semata dalam genggaman negara-negara, tetapi juga dipegang aktor-aktor non-negara, seperti perusahaan multinasional dan organisasi internasional.

Olimpiade Paris akan berlangsung pada 26 Juli hingga 11 Agustus 2024. Tercatat 4,600 atlet telah lolos kualifikasi hingga Desember lalu. Keputusan itu termasuk 8 atlet Rusia dan 3 atlet pemegang paspor Belarusia bertindak sebagai atlet netral.

Ke-11 atlet itu tidak boleh mewakili negara mereka sebagai akibat dari sanksi non-militer dari negara-negara Barat dan AS, termasuk Komite Olimpiade Internasional (OIC). Mereka bertanding di cabang olahraga individu, bukan tim atau kelompok.

Namun demikian, teori kritis juga mengakui adanya perlawanan dan kontestasi terhadap narasi-narasi dominan atau hegemonik itu. Sebagaimana dinyatakan oleh Andrew Linklater (1990), meski ada kekuatan-kekuatan sosial yang mendominasi, selalu ada potensi untuk menantang dan mengubah status quo.

Dalam konteks itu, Olimpiade Paris 2024 ternyata juga menjadi ajang bagi negara-negara non-Barat, seperti Rusia, Cina, dan negara-negara Islam, untuk menantang hegemoni Barat dan mempromosikan agenda geopolitik mereka sendiri.

Rusia dapat menggunakan Olimpiade sebagai panggung untuk memproyeksikan kekuatan militernya, sementara Cina dapat memanfaatkannya untuk mempromosikan model pembangunan otoriter mereka.

Dalam konteks Olimpiade Paris 2024, teori kritis juga mempertanyakan cara media massa dan institusi-institusi Barat membingkai peristiwa ini. Apakah mereka menyajikan narasi yang seimbang dan inklusif, atau justru memperkuat bias-bias Barat dan mengabaikan perspektif negara-negara non-Barat?

Bagi teori kritis, dominasi dan kekuasaan tidak harus muncul melalui kehadiran simbol-simbol kekuatan militer. Sebaliknya, kekuatan hegemonik bisa muncul secara tersamar melalui narasi-narasi tertentu di media sosial.

Lebih jauh lagi, teori kritis mengajak kita untuk mempertanyakan konsep-konsep yang dianggap given atau sudah mapan dalam HI tradisional, seperti negara, kedaulatan, dan keamanan nasional. Seperti yang diungkapkan oleh Jones (1999), konsep-konsep seperti negara dan kedaulatan sebenarnya merupakan konstruksi sosial yang dapat dikritisi.

Olimpiade Paris 2024 dapat menjadi ajang bagi negara-negara untuk memperkuat konsep kedaulatan mereka dan melegitimasi kebijakan-kebijakan keamanan nasional yang berlebihan, seperti pengawasan ketat dan pembatasan kebebasan warga negara atas nama keamanan Olimpiade.

Dalam konteks ini, teori kritis menawarkan perspektif yang lebih kritis dan emansipatoris dalam memahami realitas politik internasional yang terjadi di sekitar Olimpiade Paris 2024. Tujuan utama teori kritis adalah untuk mencapai emansipasi dari struktur-struktur penindasan dan dominasi dalam masyarakat (Linklater, 1990).

Cara berpikir teori kritis mengajak kita untuk tidak hanya melihat Olimpiade sebagai peristiwa olahraga yang netral, melainkan sebagai arena pertarungan geopolitik yang kompleks, di mana kekuasaan, dominasi, dan ketidakadilan tersembunyi di balik kemegahan dan euforia yang terpancar.

Dengan menggunakan kacamata teori kritis, kita dapat mengungkap, menyoal, dan mengkritisi struktur kekuasaan, dominasi, dan ketidakadilan yang terjadi dalam Olimpiade Paris 2024 atau, bahkan, perhelatan Olimpiade sebelumnya.

Kita dapat mempertanyakan narasi-narasi dominan yang dipromosikan oleh negara-negara Barat dan mengakui adanya perspektif dan kepentingan dari negara-negara non-Barat. 

Kita juga dapat mengkritisi peran aktor-aktor non-negara, seperti korporasi multinasional dan organisasi olahraga internasional, yang turut mempengaruhi dinamika geopolitik dalam peristiwa tersebut.

Pada akhirnya, teori kritis dalam HI mengajak kita untuk tidak hanya menikmati Olimpiade Paris 2024 sebagai tontonan olahraga semata, melainkan juga untuk merenungkan dan mengkritisi dimensi geopolitik yang tersembunyi di baliknya.

Teori kritis memungkinkan kita untuk melihat realitas sosial dari perspektif yang berbeda dan mengungkap ketidakadilan serta dominasi yang tersembunyi (Jones, 1999.

Dengan kacamata teori kritis, Olimpiade tidak bisa semata dipandang sebagai ajang persatuan dan perdamaian, melainkan juga bisa dipahami sebagai arena pertarungan kepentingan dan ideologi antar-negara dalam tatanan global yang semakin kompleks dan penuh ketegangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun