Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

ASEAN dan Uni Eropa: "Masyarakat Internasional" di Tingkat Regional

17 Maret 2024   22:09 Diperbarui: 17 Maret 2024   22:16 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Regionalisme telah menjadi salah satu fenomena yang menarik perhatian para sarjana dan pemangku kepentingan. Regionalisme merujuk pada proses integrasi ekonomi, politik, dan sosial-budaya di antara negara-negara yang tergabung dalam satu kawasan geografis tertentu. 

Fenomena ini telah berkembang pesat sejak akhir Perang Dingin. Munculnya berbagai organisasi dan kerja sama regional di berbagai belahan dunia, seperti European Union (Uni Eropa/UE) dan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), menjadi contoh menarik bagi regionalisme.

Salah satu pendekatan yang dapat memberikan pemahaman yang mendalam tentang dinamika regionalisme adalah English School atau Mazhab Inggris. Pendekatan ini menawarkan perspektif unik, yaitu menekankan arti penting peran norma, nilai, dan institusi dalam membentuk perilaku negara dalam konteks masyarakat internasional.

Pendekatan English School sangat relevan dalam menganalisis regionalisme terletak pada beberapa faktor penting. Pertama, English School melihat regionalisme sebagai manifestasi dari konsep "masyarakat internasional" pada tingkat regional. 

Konsep masyarakat internasional adalah inti dari pemikiran English School. Menurut Hedley Bull (1977, hal. 13), masyarakat internasional adalah "sekelompok negara yang menganggap diri mereka terikat oleh seperangkat aturan bersama dalam hubungan mereka satu sama lain, dan berbagi dalam pelaksanaan institusi bersama."

Negara-negara yang tergabung dalam suatu kawasan regional seperti UE atau ASEAN berupaya membangun norma, aturan, dan institusi bersama yang telah ada di antara mereka. Selanjutnya, norma, aturan, dan institusi itu mengikat mereka dalam suatu identitas dan kepentingan yang sama atau kolektif.

Kedua, English School menekankan pentingnya interaksi antara dinamika regional dan global dalam mempengaruhi evolusi masyarakat internasional. Maksudnya adalah proses integrasi regional, seperti yang terjadi di UE dan ASEAN, tidak hanya berdampak pada negara-negara anggota, tetapi juga memiliki implikasi yang lebih luas terhadap tatanan global dan hubungan antar-kawasan.

Ketiga, pendekatan ini melihat regionalisme sebagai suatu proses yang tidak hanya melibatkan aspek material seperti kepentingan ekonomi dan keamanan, tetapi juga mencakup dimensi normatif dan identitas bersama yang terbentuk melalui interaksi antar-negara dalam suatu kawasan. 

Nilai-nilai seperti demokrasi dan hak asasi manusia menjadi norma bersama yang dianut oleh negara-negara UE, sementara ASEAN memiliki norma-norma seperti non-intervensi dan penyelesaian sengketa secara damai.

ASEAN dan UE

Menurut pendekatan English School, ASEAN dan UE dibentuk bukan oleh kekuatan negara (menurut pendekatan Realisme) atau berdasarkan motivasi bekerjasama di antara negara-negara pembentuknya (mengikuti pendektan liberalisme).

Bagi English School, ASEAN dan UE dibentuk oleh manifestasi dari masyarakat internasional pada tingkat regional masing-masing. Negara-negara di Asia Tenggara membangun norma, aturan, dan institusi bersama di dalam ASEAN, sebagaimana mereka di Eropa melalui UE.

Organisasi regional, seperti Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dan Uni Eropa, mempromosikan norma dan nilai bersama di antara negara-negara anggotanya. ASEAN, yang didirikan pada tahun 1967, dibangun di atas prinsip-prinsip seperti non-intervensi, konsensus, dan penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial (ASEAN Secretariat, 2020). 

Melalui berbagai perjanjian dan deklarasi, seperti Piagam ASEAN dan Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara (TAC), ASEAN berupaya untuk mempromosikan perdamaian, stabilitas, dan kerja sama di kawasan.

Namun, pendekatan "ASEAN Way" yang menekankan prinsip non-intervensi dan pengambilan keputusan berdasarkan konsensus juga telah dikritik karena menghambat efektivitas organisasi dalam mengatasi isu-isu kontroversial, seperti pelanggaran hak asasi manusia dan sengketa teritorial (Acharya, 2001). 

Meskipun demikian, ASEAN tetap menjadi contoh penting dari regionalisme di Asia Tenggara dan telah memainkan peran kunci dalam menjaga stabilitas dan mendorong integrasi ekonomi di kawasan.

Di sisi lain, Uni Eropa merupakan contoh yang paling maju dari regionalisme, dengan tingkat integrasi politik dan ekonomi yang tinggi. Uni Eropa dibangun di atas nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia, dan rule of law, seperti tercantum dalam Perjanjian Uni Eropa dan Piagam Hak Dasar Uni Eropa (European Union, 2020).

Melalui institusi-institusi supranasional, seperti Parlemen Eropa, Komisi Eropa, dan Pengadilan Eropa, Uni Eropa telah mengembangkan sistem tata kelola yang unik, di mana negara-negara anggota berbagi kedaulatan dalam berbagai bidang kebijakan.

Menurut Andrew Linklater (1998, hal. 196), "Uni Eropa telah menjadi laboratorium untuk eksperimen dalam membangun komunitas politik pasca-Westphalia yang didasarkan pada prinsip-prinsip kosmopolitan." Uni Eropa telah menunjukkan bahwa regionalisme dapat menghasilkan bentuk kerja sama dan integrasi yang mendalam, meskipun juga menghadapi tantangan seperti krisis ekonomi, migrasi, dan Brexit.

Dibandingkan dengan realisme yang berfokus pada kekuatan dan kepentingan nasional, atau liberalisme yang menekankan kerja sama dan institusi, English School lebih mampu menangkap kompleksitas regionalisme dengan mempertimbangkan peran norma, nilai, dan identitas bersama dalam membentuk perilaku negara di tingkat regional.

Implikasi Regionalisme
Kebangkitan regionalisme memiliki implikasi signifikan terhadap tata kelola global dan masa depan masyarakat internasional. Di satu sisi, regionalisme dapat melengkapi sistem global dengan menyediakan lapisan tambahan tata kelola dan kerja sama. 

Organisasi regional dapat membantu mengatasi masalah-masalah yang sulit ditangani pada tingkat global, seperti perdagangan, perubahan iklim, dan keamanan regional (Fawcett, 2004).

Sebagai contoh, ASEAN telah memainkan peran penting dalam mempromosikan kerja sama ekonomi dan perdagangan di Asia Tenggara melalui inisiatif seperti Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA bertujuan untuk menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang terintegrasi, serta meningkatkan daya saing dan konektivitas di kawasan (ASEAN Secretariat, 2020). 

Sementara itu, Uni Eropa telah menjadi kekuatan penting dalam diplomasi iklim global dan telah menetapkan target ambisius untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencapai netralitas karbon pada tahun 2050 (European Union, 2020).

Di sisi lain, regionalisme juga dapat menimbulkan tantangan bagi kohesi dan efektivitas masyarakat internasional global, seperti fragmentasi, tumpang tindih, dan ketegangan antara norma regional dan global (Hurrell, 2007). Misalnya, penekanan ASEAN pada non-intervensi dapat bertentangan dengan norma-norma global seperti tanggung jawab untuk melindungi (Responsibility to Protect atau R2P) dalam situasi krisis kemanusiaan. 

Sementara itu, kebijakan Uni Eropa dalam isu-isu, seperti perdagangan dan migrasi, terkadang menimbulkan gesekan dengan negara-negara di luar kawasan.

Perspektif English School lebih mampu menangkap ketegangan ini dibandingkan dengan konstruktivisme yang berfokus pada peran ide dan identitas. English School juga mempertimbangkan struktur normatif dan institusional yang lebih luas dari masyarakat internasional.

English School mengakui kompleksitas ini dan berupaya untuk menemukan keseimbangan antara kesatuan dan keragaman dalam konteks regionalisme. Dalam skenario ini, kerja sama antar-regional dan dialog lintas-regional akan menjadi semakin penting.

ASEAN, misalnya, telah terlibat dalam berbagai forum antar-regional, seperti ASEAN Regional Forum (ARF) dan East Asia Summit (EAS), untuk mempromosikan dialog keamanan dan kerja sama dengan mitra-mitra di luar kawasan. Uni Eropa juga telah menjalin kemitraan strategis dengan berbagai organisasi regional, seperti Uni Afrika dan Mercosur, untuk mengatasi tantangan global dan mempromosikan nilai-nilai bersama.

Visi alternatif adalah penguatan masyarakat internasional global yang didasarkan pada norma-norma universal dan institusi-institusi yang inklusif. Menurut Bull (1977, hal. 305), "regionalisme, dipahami dengan benar, kompatibel dengan tatanan internasional dan bahkan dapat menjadi sarana untuk memperkuatnya." 

Organisasi regional seperti ASEAN dan UE diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi tata kelola global dengan memperkuat kerja sama multilateral dan menjembatani perbedaan antara negara-negara anggotanya.

ASEAN dan Uni Eropa merupakan contoh organisasi regional yang telah memainkan peran penting dalam mempromosikan norma, nilai, dan kerja sama di antara negara-negara anggotanya, meskipun juga menghadapi tantangan dan keterbatasan tertentu.

Regionalisme telah menjadi kekuatan yang semakin penting dalam politik dunia, dengan implikasi signifikan bagi masa depan masyarakat internasional. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun