Dalam konteks Indonesia, kepentingan nasional mencakup menjaga kedaulatan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan mempertahankan stabilitas kawasan. Pemerintahan Joko Widodo telah merumuskan kebijakan luar negeri yang adaptif dan strategis untuk mencapai kepentingan ini.
Kebijakan itu mempertimbangkan distribusi kekuasaan relatif antara AS dan China, serta faktor-faktor domestik seperti persepsi pemimpin dan institusi negara.
Sejak menjabat sebagai Presiden pada tahun 2014, Joko Widodo telah menerapkan kebijakan luar negeri yang pragmatis dan berorientasi pada kepentingan nasional.
Pemerintah menekankan pentingnya diplomasi ekonomi untuk meningkatkan kerja sama perdagangan dan investasi dengan negara-negara mitra, termasuk AS dan China (Connelly, 2015). Dalam konteks rivalitas AS-China, Indonesia berupaya menyeimbangkan hubungan dengan kedua negara tersebut. Tujuannya adalah memaksimalkan manfaat ekonomi, sambil tetap menjaga kedaulatan dan stabilitas kawasan.
Salah satu langkah signifikan yang diambil oleh pemerintahan Joko Widodo adalah peningkatan status kemitraan dengan AS menjadi kemitraan strategis komprehensif pada tahun 2015 (Kementerian Luar Negeri RI, 2015). Hal ini membuka peluang bagi peningkatan kerja sama di berbagai bidang, termasuk perdagangan, investasi, pertahanan, dan keamanan maritim.
Indonesia juga aktif terlibat dalam inisiatif regional yang diprakarsai oleh AS, seperti Kerangka Kerja Sama Ekonomi Indo-Pasifik (IPEF). Melalui IPEF, Indonesia memperkuat konektivitas ekonomi dan mempromosikan pertumbuhan ekonomi regional.
Di sisi lain, Indonesia juga menjaga hubungan ekonomi yang erat dengan China. Pemerintahan Joko Widodo telah memanfaatkan kerja sama dalam kerangka Prakarsa Sabuk dan Jalan (BRI) untuk mendorong pembangunan infrastruktur dan konektivitas di Indonesia.
Meski begitu, Indonesia juga mewaspadai potensi risiko kedekatan dengan China. Salah satunya adalah antisipasi jebakan utang dan ketergantungan berlebihan terhadap China. Oleh karena itu, pemerintah berupaya menyeimbangkan kerja sama dengan China melalui penguatan hubungan dengan negara-negara mitra lainnya, termasuk Jepang, Korea Selatan, Australia, dan India.
Realisme neoklasikal menekankan pentingnya sebuah negara mampu menghadapi lingkungan internasional yang kompleks. Seperti yang diungkapkan oleh Jeffrey Taliaferro, Steven Lobell, dan Norrin Ripsman (2009l) bahwa, "Realisme Neoklasikal berpendapat bahwa negara mengejar strategi yang paling sesuai dengan kepentingan nasional mereka, sebagaimana didefinisikan oleh elit politik, dalam konteks kendala dan peluang internasional."
Pemerintahan Joko Widodo telah menerapkan pendekatan diplomasi yang cermat dan strategis dalam menghadapi rivalitas AS-China. Indonesia memanfaatkan posisinya sebagai Ketua ASEAN pada tahun 2023 untuk mempromosikan stabilitas dan kerja sama di Indo-Pasifik.