Harga beras mahal? Itu pasti suara (hati) para konsumen. Bagaimana suara petani sebagai produsen padi? Tidakkah keluhan harga beras mahal itu berpotensi mengurangi peluang petani mendapatkan untung.
Keributan di atas mewakili kenyataan menyakitkan (reality bites). Membaca mahalnya harga beras ternyata hanya berpusat pada sisi konsumen saja, tanpa melihat dari sisi petani.
Sementara itu, pemerintah seperti biasa menanggapi situasi itu sebagai rutinitas. Salah satu rutinitas itu adalah memaknai beras sebagai upaya pemerintah mengatur pasokan beras di tingkat domestik sembari mengatur diplomasi pasokan beras dari negara lain.
Rantai domestik dan internasional dari beras seringkali tidak mendapat perhatian. Padahal aspek domestik dan internasional beras dapat bertujuan positif. Salah satunya adalah stabilisasi harga beras agar produsen dan konsumen merasa tidak dirugikan.
Dalam konteks global saat ini, keamanan pangan menjadi salah satu isu sentral yang tidak hanya berkaitan dengan akses masyarakat terhadap makanan yang cukup dan bergizi, tetapi juga mempengaruhi stabilitas sosial-politik suatu negara.
Indonesia, sebagai negara dengan populasi besar dan beras sebagai makanan pokok, menempatkan diplomasi keamanan pangan pada posisi strategis dalam agenda politik luar negerinya. Beras, sebagai komoditas penting, berada di pusat diplomasi keamanan pangan dan stabilitas domestik.
Diplomasi beras merujuk pada upaya strategis pemerintah dalam memanfaatkan forum dan kesepakatan internasional untuk memastikan pasokan beras yang stabil. Diplomasi beras juga bertujuan mengamankan akses ke pasar beras global, dan mempertahankan harga yang wajar di tingkat domestik.
Di Indonesia, beras tidak hanya sekadar makanan pokok, tetapi juga simbol kestabilan sosial. Fenomena historis seperti kerusuhan Mei 1998, yang diawali oleh ketidakstabilan harga pangan, mengingatkan pada betapa pentingnya kestabilan harga dan pasokan beras bagi keamanan nasional.Â
Di tingkat domestik, produksi beras yang fluktuatif sering kali menyebabkan kekhawatiran akan ketahanan pangan.
Kenyataan itu menjadikan diplomasi beras sebagai instrumen kebijakan luar negeri untuk memastikan pasokan tetap stabil. Ketahanan pangan di negara berkembang sangat bergantung pada kemampuan mereka dalam mengelola sumber daya lokal dan internasional untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduknya.