Kepemimpinan Laos di ASEAN pada tahun 2024 diperkirakan akan diwarnai oleh beberapa dinamika utama.
Pertama, kebijakan luar negeri Laos yang mengejar keseimbangan pengaruh antara China dan negara-negara Barat.
Kedua, peran Laos dalam upaya penyelesaian krisis Myanmar pasca kudeta. Ketiga, tantangan intern dan ekstern yang akan dihadapi Laos dalam kepemimpinannya di ASEAN.
Ketiga faktor itu sangat penting untuk diperhatikan mengingat peran Laos sebagai Ketua ASEAN pada 2024. Arti penting itu berkaitan dengan isu keketuaan atau kepemimpinan.
Perdana Menteri Laos Sonexay Siphandone menerima mandat Keketuaan ASEAN dari Presiden Indonesia Joko Widodo pada penutupan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-43 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Kamis (7/9/2023).
Republik Demokratis Rakyat Laos adalah sebuah negara yang terletak daratan di Asia Tenggara, yang berbatasan dengan Myanmar dan Republik Rakyat Tiongkok di sebelah barat laut, Vietnam di timur, Kamboja di selatan, dan Thailand di sebelah barat Laos.
Ketua atau Pemimpin
Isu pertama, Laos sebagai ketua ASEAN 2024 menempatkan negara ini dalam posisi penyelenggara KTT ASEAN di sepanjang tahun 2024. Biasanya, Ketua ASEAN mengadakan dua kali pertemuan konperensi tingkat tinggi (KTT) di awal dan akhir tahun.
Sebelum KTT itu, ketua juga menyelenggarakan pertemuan-pertemuan pendahuluan di tingkat menteri, khususnya menteri luar negeri.
Sementara itu, posisi kepemimpinan menuntut kapabilitas negara sebagai ketua untuk memimpin (to lead). Posisi itu sangat berbeda dengan ketua (chair) semata.
Ketimbang sebagai ketua, posisi pemimpin menuntun ketua ASEAN mengerahkan lebih banyak resources untuk mengelola keberlangsungan capaian dan menyelesaikan persoalan regional di Asia Tenggara.
Kepemimpinan di ASEAN menuntut kemampuan diplomasi dan pengalaman dalam mengelola berbagai tantangan di Asia Tenggara. Tantangan itu bisa berbentuk persaingan kepentingan antara Amerika Serikat dan China, konflik Laut China Selatan (LCS), dan krisis politik di Myanmar.
Tantangan itu merupakan masalah lama dan berkepanjangan yang belum selesai hingga kini. Kepentingan Laos akan menentukan sejauh mana akan mempengaruhi dan mengarahkan ASEAN di 2024.
Kebijakan luar negeri
Secara umum, Laos menjalankan kebijakan luar negeri yang netral dan berhati-hati. Laos berusaha menjaga hubungan baik dengan tetangga-tetangganya, terutama Vietnam, Thailand, Kamboja, dan Tiongkok.
Kebijakan luar negeri Laos secara tradisional memang menunjukkan pengaruh yang lebih besar dari China. Apalagi proyek-proyek Belt and Road Initiative (BRI) telah mendorong Laos ke dalam “jebakan utang” dengan China (Chachavalpongpun, 2022).
Pada 2024, ada perkiraan bahwa Laos akan mencoba menyeimbangkan dominasi China melalui peningkatan kerja sama dengan negara-negara Barat dan ASEAN (Vu & Tran, 2021). Upaya ini bertujuan mengurangi kritik terhadap dominasi China di Laos.
Namun demikian, negara ini dikawatirkan memiliki kesulitan untuk mengabaikan pengaruh China. Kenyataan mengenai kedekatan dan ketergantungan Laos kepada China sering dipertimbangkan sebagai faktor penting untuk menjelaskan perilaku politik luar negerinya di Asia Tenggara, termasuk di ASEAN.
Tantangan
Di ASEAN, krisis Myanmar akibat kudeta militer 2021 membuat ASEAN kesulitan menemukan solusi karena perbedaan pendapat antar anggota. Sebagai ketua ASEAN 2024, Laos memiliki peluang mendorong penyelesaian krisis walaupun kecil.
Laos bisa memanfaatkan hubungan baik dengan junta militer Myanmar melalui China dan Rusia (Kurlantzick, 2023). Jika dimungkinkan, Laos bisa memanfaatkan China untuk mendekati dan memberikan jalan penyelesaian damai di Myanmar.
Walaupun demikian, upaya Laos tidak akan mudah karena kuatnya pengaruh negara-negara Barat. Negara-negara, seperti AS dan UE, telah mendesak agar ASEAN memberi tekanan pada junta militer Myanmar (Lim & Morada, 2023).
Laos juga diyakini mempertimbangkan tekanan negara-negara anggota ASEAN lainnya untuk menerapkan kesepakatan "5-point consensus" ASEAN ke Myanmar.
Kesepakatan itu akan mendorong Laos untuk tidak mengundang junta militer Myanmar, sebagaimana KTT sebelumnya di bawah keketuaan Brunei (2021), Kamboja (2022), dan Indonesia (2023).
Tantangan utama Laos sebagai ketua ASEAN 2024 sebenarnya malah berasal dari masalah ekonomi domestiknya. Dinamika politik Laos juga rentan karena musim transisi kepemimpinan di paruh kedua tahun 2024 (Chachavalpongpun, 2022).
Situasi ini dapat menyita perhatian Laos dan mengurangi efektivitas kepemimpinan internasionalnya, seperti di ASEAN di 2024. Masalah domestik itu dikawatirkan memaksa Laos tetap bergantung kepada dukungan China.
Laos juga memiliki kapasitas diplomatik yang masih terbatas dan perlu ditingkatkan untuk memimpin forum-forum regional ASEAN. Upaya Laos menaikkan profil diplomatik melalui keketuaannya di ASEAN 2024 juga rawan dimanfaatkan oleh China, Vietnam dan negara besar lain untuk memproyeksikan kepentingannya (Thayer, 2022).
Dengan demikian, walaupun Laos diperkirakan akan mencoba memainkan peran yang lebih besar di ASEAN pada 2024, sejumlah tantangan internal maupun eksternal akan menghambat kemampuannya sebagai pemimpin ASEAN 2024 dalam penyelesaian isu-isu krusial di kawasan.
Selain itu, Laos perlu meningkatkan kemampuan diplomatik dan menjaga kestabilan internalnya untuk dapat menjalankan kepemimpinan ASEAN secara efektif di sepanjang tahun 2024 ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H