Hal ini semakin memperburuk kondisi polarisasi sosial politik di masyarakat. Beberapa survei menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap partai politik dan pejabat negara masih rendah meskipun reformasi berjalan lebih dari dua dekade.
Di tingkat lokal, praktik pilkada yang masih diwarnai politik dinasti, money politics, dan pemekaran daerah semu juga masih jadi masalah serius. Kepentingan oligarki dan dinasti politik masih sangat kuat dalam struktur politik dan ekonomi Indonesia. Perkembangan itu membahayakan prinsip persamaan dalam politik dan pemerintahan.
Seorang Indonesianist, Jacqui Baker (2023), menulis paper berjudul "Reformasi Reversal: Structural Drivers of Democratic Decline In Jokowi’s Middle-Income Indonesia" di jurnal ternama Bulletin of Indonesian Economic Studies mengenai penyempitan ruang kontestasi politik di Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi.
Baker merujuk pada beberapa poin utama
1. Strategi akomodasi, kooptasi, tantangan hukum, represi dan paksaan semakin digunakan oleh koalisi penguasa untuk membatasi prospek kontestasi politik terbuka. Ini termasuk upaya kriminalisasi lawan politik dan sekutu potensial.
2. Perang melawan korupsi telah berakhir. KPK dan kejaksaan sekarang dimanfaatkan untuk mempengaruhi pembentukan koalisi partai menjelang Pemilu 2024.
3. Aktivisme peradilan melemah karena campur tangan politik yang berkelanjutan dalam keanggotaan Mahkamah Konstitusi.
4. Terjadi re-sentralisasi politik, dengan pemerintah pusat menarik kembali sejumlah kekuasaan fiskal dan politik dari daerah.
5. Gerakan protes nasional gagal bangkit kembali untuk membela demokrasi dari serangan elit penguasa. Kelompok oposisi dan protes kehabisan daya sebagai kekuatan politik yang signifikan.
Secara keseluruhan, Baker beranggapan bahwa ruang kontestasi politik di Indonesia menyempit dan banyak pencapaian utama gerakan reformasi mengalami hambatan. Perkembangan itu mencerminkan konsolidasi koalisi partai-partai politik penguasa di bawah kendali Presiden Jokowi.
Hadiz (2020) menambahkan soal dominasi oligarki dan elite politik lama secara tidak proporsional di parlemen. Mereka dianggap kerap menggunakan politik identitas dan uang untuk mempertahankan kekuasaan.
Bahkan perkembangan politik menuju pemilihan presiden (pilpres) 2024 mengentalkan perilaku politik Jokowi yang mencederai demokrasi. Kritik sivitas akademik di berbagai kampus pada akhir-akhir ini menegaskan bahwa demokrasi Indonesia sedang tidak baik-baik saja.