Diplomasi kedua Indonesia juga dilakukan untuk menjalin kerja sama bilateral dan multilateral untuk pengembangan kapasitas dan alih teknologi CCS yang sesuai dengan kebutuhan domestik, seperti dengan Jepang, Australia, Uni Eropa dan Bank Dunia.
Berbeda dengan diplomasi hard power yang bersifat memaksa, Indonesia menjalankan diplomasi ketiga, yaitu menggunakan pendekatan soft power. Perhatian Indonesia lebih pada skema kerja sama yang saling menguntungkan (win-win cooperation), misalnya pengembangan CCS untuk peningkatan capaian perolehan minyak (CCS-EOR).
Lebih lanjut, berbagai usaha Indonesia diarahkan untuk menjembatani kepentingan negara Selatan dan Utara. Cara itu diyakini efektif untuk mendorong agar CCS tidak menghalangi transisi sepenuhnya ke energi terbarukan tetapi sebatas mempercepat dekarbonisasi industri sulit diubah.
Aktivisme diplomasi Indonesia juga berjalan di forum-forum kerja sama internasional terkait CCS seperti Carbon Sequestration Leadership Forum (CSLF). Salah satu kepentingan Indonesia adalah turut aktif mengembangkan standarisasi dan skema insentif implementasi CCS yang adil dan berimbang.
Secara umum, diplomasi iklim Indonesia berupaya memaksimalkan manfaat nasional dari tren global dekarbonisasi termasuk lewat dorongan implementasi CCS dengan skema investasi, regulasi dan insentif yang menguntungkan
Implementasi di tingkat domestik
Namun, sebagaimana ditegaskan pakar lainnya seperti Andreas Hasenclever, international regime hanya bisa efektif jika diikuti dengan implementasi kebijakan riil di tingkat domestik yang selaras dengan norma dan aturan global.
Oleh karena itu, untuk memperkuat komitmennya, Indonesia perlu segera menerapkan CCS sebagai bagian integral dari kebijakan energi dan iklim nasional. Melalui kerja sama dengan sektor swasta dan lembaga riset, pemerintah bisa segera membangun pilot project CCS di beberapa pabrik dan lahan terpilih untuk menguji coba teknologi ini.
Dukungan pakar dan institusi finansial global seperti Bank Dunia juga diperlukan untuk memastikan transfer teknologi CCS yang efektif dan terjangkau ke Indonesia.Â
Mengingat mahal dan kompleksnya penerapan CCS dalam skala besar, dukungan global mutlak diperlukan agar Indonesia bisa ikut andil dalam upaya penyimpanan karbon dunia, sembari terus meningkatkan kesejahteraan.
Selain itu, kesiapan infrastruktur transportasi dan penyimpanan karbon juga perlu disiapkan. Seperti disebut pakar Peter Mayer, efektivitas sebuah international regime sangat ditentukan kapasitas dan komitmen domestik negara pesertanya.
Jika Indonesia ingin tampil sebagai kontributor serius terhadap rezim dekarbonisasi global, maka berbagai regulasi, insentif produksi bersih, serta dukungan riset untuk CCS harus dirintis sejak dini. Indonesia diperkirakan bisa menyimpan ratusan juta ton CO2 per tahun di ladang gas dan batu baranya yang sudah tidak aktif.