Ketika negara memenuhi aturan, norma, dan standar internasional, ini memperkuat koherensi dunia sebagai satu tatanan." Penerapan CCS, walaupun mahal dan teknis, bagi Indonesia adalah perwujudan "compliance" terhadap aturan main penurunan emisi global.
Indonesia sejauh ini telah menunjukkan komitmen terhadap berbagai kesepakatan multilateral terkait perubahan iklim, di antaranya Paris Agreement dan penurunan emisi karbon secara bertahap.
Konstelasi internasional
Namun demikian, CCS juga mengundang berbagai persaingan geopolitik global. Seperti disebut Fareed Zakaria (2009), implementasi teknologi di satu negara memiliki dampak sistemik pada rantai pasok, standar, dan insentif ekonomi global. Indonesia punya tantangan domestik untuk mengadopsi dan mengintegrasikan CCS ke dalam dinamika geopolitik internasional.
Melalui berbagai forum kerja sama bilateral dan multilateral seperti KTT G20 dan Konferensi Iklim PBB, diplomasi Indonesia konsisten menyerukan skema pendanaan dan transfer teknologi CCS yang adil, dari negara maju ke negara berkembang (Rachman, 2017). Kerja sama yang saling menguntungkan (win-win solutions) menjadi prinsip Indonesia.
Skema CCS, misalnya, bertujuan untuk peningkatan perolehan minyak (CCS-EOR) dengan perusahaan asing atau standarisasi prosedur monitoring CO2 regional agar dapat terintegrasi ke kredit karbon global.Â
Kemitraan yang strategis dan saling menguntungkan (strategic-win win partnerships) juga disebut Mittleman (2002) sebagai kunci diplomasi kepatuhan internasional yang efektif bagi negara berkembang.
Melalui pendekatan bijak ini, kemitraan teknis dan pendanaan dari sejumlah negara dan lembaga donor dapat diraih, seperti untuk survei potensi geologis dari Jepang dan Bank Dunia serta studi kelayakan penerapan CCS pada sektor batu bara dan semen dengan Australia (Mangkusuwondo dan Sulistianto, 2022).
Dengan berpijak pada prinsip dan kearifan lokal, diplomasi Indonesia juga menitikberatkan pada pembangunan kapasitas domestik yang andal. Seperti dikatakan Wendt & Duvall (1989), kepatuhan pada norma dan aturan global memerlukan institusi dan aktor lokal yang kuat dan efektif.
Lewat Kementerian ESDM dan badan riset BRIN, potensi penerapan CCS di destinasi kunci seperti ladang lepas pantai, tambang batu bara, dan kompleks industri diteliti. Standar operasional prosedur CCS serta rencana pengembangan sumber daya manusia dan kelembagaannya juga tengah disusun Kementerian ESDM RI.
Diplomasi Indonesia
Diplomasi Indonesia telah merespons dinamika geopolitik dan konstelasi internasional seputar isu carbon capture and storage (CCS) dengan beberapa pendekatan.
Pertama, Indonesia mendorong negara maju untuk memenuhi komitmen pendanaan teknologi rendah karbon termasuk CCS ke negara berkembang sebagai bentuk tanggung jawab historis atas emisi.