Lanskap moneter global tengah mengalami transformasi seiring munculnya teknologi baru, yaitu uang digital. Seperti blockchain, uang digital bakal mengubah cara kita bertransaksi, menyimpan dan mentransfer nilai.Â
Mata uang kripto, seperti Bitcoin, telah menantang dominasi mata uang fiat konvensional seperti Dolar Amerika Serikat (AS) atau Yuan China.
Indonesia pun tidak mau ketinggalan dengan tren ekonomi liberal ini. Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral berencana mengembangkan Rupiah digital. Kepentingan nasional apa yang mendorong kebijakan itu dan bagaimana kondisi geopolitik uang digital menjadi persoalan penting yang perlu mendapat perhatian juga.
Definisi
Kita mulai dengan mendefinisikan uang digital. Secara umum, uang digital (digital currency) adalah mata uang digital yang diterbitkan dan dikelola oleh pemerintah atau bank sentral, atau dikenal sebagai Central Bank Digital Currency (CBDC).
Berbeda dengan cryptocurrency swasta, seperti Bitcoin atau Ethereum, yang dikelola secara terdesentralisasi. CBDC ditujukan untuk penggunaan oleh publik secara umum (retail CBDC), tidak hanya untuk kebutuhan transfer antar institusi keuangan besar (wholesale).
CBDC memungkinkan individu dan entitas bisnis untuk menggunakan langsung mata uang digital yang sah secara hukum. Uang ini tidak sekedar perwakilan nilai uang melalui sistem komersial, seperti kartu kredit atau PayPal.
Pemerintah dapat mengeluarkan dan menyalurkan CBDC langsung ke masyarakat tanpa melalui bank komersial. CBDC direpresentasikan sebagai token digital yang disimpan dalam dompet digital.
Penjelasan itu menegaskan bahwa uang digital itu merujuk pada mata uang digital resmi yang diterbitkan dan dikontrol penggunaannya oleh pemerintah suatu negara. Dalam konteks ini, pemerintah Indonesia melalui Bank Indonesia mengeluarkan Rupiah digital.