Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Yang Tidak Disinggung Capres di Debat Ketiga: The Avoidable War

11 Januari 2024   15:21 Diperbarui: 12 Januari 2024   17:01 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau kita cermati lagi debat calon presiden (capres) ketiga pada 7 Januari 2024 lalu, ketiga capres tidak menyampaikan pandangan mereka secara utuh mengenai persaingan Amerika Serikat (AS) dan China, baik di tingkat global maupun regional dan dampaknya kepada Indonesia. Penyebutan itu, kalaupun ada, hanya sekilas dan simplistis. 

Mereka bertiga tidak menyinggung isu strategis ini, sehingga konstituen tidak mengehui bagaimana konstruksi berpikir mereka tentang rivalitas global itu.

Perhatian ini memiliki arti sangat strategis mengingat berdasarkan gambaran itu, ketiga capres dapat menjelaskan visi dan misi mereka mengenai posisi Indonesia di tengah persaingan global dan regional antara AS dan China

Walau sudah berlalu, namun perdebatan tentang debat itu masih hangat. Melalui review buku ini, kita dapat mengupas tentang bagaimana sebenarnya persaingan kedua negara besar (major powers) itu.

Yang menarik adalah buku ini ditulis mantan Perdana Menteri Australia Kevin Rudd. Judulnya adalah The Avoidable War: The Dangers of a Catastrophic Conflict Between the US and Xi Jinping’s China

Di buku yang terbit di awal 2022 ini, Rudd ingin mengingatkan dunia internasional akan bahaya perang dingin hingga konflik bersenjata antara Washington dan Beijing, serta mengajukan strategi praktis untuk mencegah kemungkinan terburuk yang bakal terjadi. 

Dengan tebal 432 halaman dan 17 bab, Rudd mengajak pembaca menilik latar belakang konflik itu. Penulisnya yang fasih berbahasa Mandarin dan memahami China secara mendalam, sehingga buku ini menyuguhkan perspektif unik tentang akar masalah sengketa kedua negara.

Anggota Parlemen Australia dari Partai Buruh itu melihat China di bawah Xi Jinping kini menjadi jauh lebih asertif, jika tidak ekspansionis, dalam upaya memperluas pengaruhnya di kawasan dan global.

Di sisi lain, AS di bawah Trump dan Biden makin memandang China sebagai ancaman strategis prioritas. Inilah yang memicu persaingan kepentingan, perang dagang, teknologi dan saling usir diplomat antarkedua pihak.

Inti persoalannya, menurut Rudd, adalah keyakinan China bahwa jaman dominasi Amerika akan berakhir dan digantikan China. Sementara, AS jelas menolak mentah-mentah pergeseran dari status quo-nya begitu saja. Inilah yang disebut Rudd sebagai ‘jebakan Thucydides’, yakni ketika kekuatan baru menantang kekuatan lama, yang berpotensi memicu perang besar. 

Dalam jebakan itu, muncul ketidakseimbangan alami dan tak terelakkan yang terjadi ketika kekuatan yang sedang bangkit mengancam untuk menggantikan kekuatan yang berkuasa (status quo).

Dengan gambaran arsitektur keamanan global/regional seperti itu, kita kini menyaksikan potensi situasi perang dingin baru, dengan risiko konflik terbuka di Taiwan dan Laut China Selatan sudah di depan mata.

Dunia berbasis aturan

Untuk mencegah ketegangan itu meledak menjadi pertemouran terbuka, Rudd mengajukan tiga strategi utama. Pertama, AS dan China perlu mengelola perbedaan dengan kepala dingin, termasuk lewat dialog dan pertemuan-pertemuan rutin tingkat tinggi.

Kedua, kedua negara sebaiknya merumuskan kesepakatan pengelolaan insiden dan deeskalasi di wilayah rawan. Mereka perlu didesak untuk membuat aturan main untuk mengantisipasi konflik terjadi.

Ketiga,identifikasi bidang kerja sama AS-China dalam isu strategis global, seperti pandemi, iklim atau ekonomi. Dengan begitu, alih-alih permusuhan, hubungan bilateral diwarnai konstruktif.

Di sini, negara-negara ketiga pun penting untuk terlibat aktif mendorong strategi-strategi tersebut.

Dengan ketiga strategi itu, Rudd menegaskan bahwa geopolitical disaster is still avoidable, but only if these two giants can find a way to coexist without betraying their core interests through what Rudd calls “managed strategic competition.” 

Istilah managed strategic competition yang digunakan Kevin Rudd dalam bukunya The Avoidable War mengacu pada sebuah situasi di mana Amerika Serikat dan China bersaing secara strategis, namun dalam kerangka aturan main dan manajemen konflik yang disepakati dan ditaati kedua negara.

Intinya, alih-alih saling menjatuhkan lawan dan permusuhan terbuka tanpa batas, persaingan strategis AS-China perlu dikelola dan diarahkan agar tidak berujung pada perang dingin ataupun konflik militer.

Manajemen persaingan strategis menurut Rudd membutuhkan dialog rutin tingkat tinggi, kesepakatan pengelolaan insiden, serta identifikasi area kerja sama. Singkatnya, persaingan boleh ada, tapi dalam "arena" tertentu dan aturan "permainan" yang jelas dan disepakati bersama.

Negara Ketiga

Terkait negara ketiga, Rudd secara eksplisit menguraikan beberapa strategi bagi Australia dan kawasan. Ia menyarankan Canberra mempertahankan aliansi pertahanan dengan Washington tanpa harus memutus hubungan ekonomi dengan Beijing. Australia harus berperan sebagai jembatan diplomatik antara keduanya.

Terhadap negara ASEAN termasuk Indonesia, Rudd menyinggung pentingnya terus mendorong agar kedua raksasa ekonomi makin terbuka berkomunikasi dan memahami kepentingan masing-masing. Secara proaktif, Indonesia dan ASEAN juga perlu mendesak AS-China mengendalikan persaingan melalui kerja sama isu-isu global strategis.

Negara-negara harus menghindari situasi "harus memilih salah satu kubu/blok" antara AS dan China. Sebaliknya, negara-negara perlu mengejar strategi hedging dan berusaha mempertahankan hubungan baik dengan kedua negara adikuasa sekaligus.

Dalam jangka panjang, negara-negara kawasan harus berkontribusi merumuskan norma dan aturan main baru, model tata kelola internet dan keamanan siber misalnya, yang bisa diterima semua pihak termasuk dua adikuasa tersebut.

Negara-negara perlu mendukung dan jika perlu memfasilitasi upaya AS-China untuk kerja sama dalam isu-isu global: pandemi, iklim, ekonomi, dsb. Hal ini penting untuk 'mengendalikan' persaingan kedua negara.

Singkatnya, The Avoidable War adalah buku wajib dibaca para ilmuwan, pengamat dan penentu kebijakan hubungan internasional masa kini. Buku ini membantu kita memahami persaingan AS-China dari berbagai sisi, sekaligus menyadarkan kita semua akan tanggung jawab bersama mencegah malapetaka bagi dunia.

Jika Anda berminat membaca lebih lanjut buku ini, ada beberapa sumber-sumber menarik, seperti toko buku online besar Amazon, website, dan bahkan youtube. Sebuah website secara khusus dibuat untuk promosi buku ini. Lalu, promosi buku juga dilakukan melalui saluran youtube yang memberikan kesempatan untuk mendengar langsung dari penjelasan penulisnya.

Melalui buku The Avoidable War ini, ketiga capres dapat memperoleh pengetahuan mengenai perkembangan kontemporer persaingan AS-China dan dapat memperoleh gagasan mengenai bagaimana sebaiknya Indonesia ini akan dibawa dalam 5 tahun ke depan di tengah persaingan kepentingan dua negara besar itu di dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun