Dalam pidato calon presiden (capres) 2024 di CSIS, Jakarta, baru-baru ini, Prabowo Subianto telah menyatakan akan meneruskan prinsip politik luar negeri bebas-aktif melalui good neighbor policy (kebijakan bertetangga baik). Kebijakan itu merupakan turunan dari politik luar negeri bebas aktif yang sudah menjadi tradisi Indonesia selama ini.
Indonesia dapat membangun hubungan baik dengan semua negara untuk menciptakan perdamaian, tanpa menjadi bagian dari aliansi geopolitik mana pun. Pernyataan itu menjadi indikator awal soal adanya kesinambungan visi dan orientasi politik luar negeri (PLN) Prabowo dengan politik luar negeri pemerintahan Jokowi saat ini.
Politik luar negeri Indonesia di bawah Presiden Jokowi ditandai dengan penerapan prinsip bebas-aktif yang pragmatis. Di satu sisi, Indonesia aktif memperluas dan memperdalam hubungan diplomatik dengan berbagai negara mitra baru yang sebelumnya kurang digarap. Sementara itu hubungan baik dengan sejumlah tetangga strategis di ASEAN juga sangat diprioritaskan, sebagai implementasi prinsip bertetangga baik itu.
Sejumlah aksi nyata diplomasi Indonesia beberapa tahun terakhir memang patut mendapat catatan positif. Aktivisme Indonesia menjembatani perbedaan antara Myanmar dan Bangladesh mengenai isu Rohingya, mendorong penyelesaian sengketa Laut China Selatan secara bilateral dan berdasarkan hukum internasional, hingga kontribusi nyata dalam perdamaian dan kemanusiaan untuk krisis kemanusiaan di Ukraina, Afghanistan, Myanmar, dan Palestina.
Inisiatif-inisiatif diplomatik tersebut mencerminkan bagaimana Indonesia pada masa pemerintahan Jokowi mengedepankan perannya sebagai negara ASEAN yang kredibel dan disegani. Peran kepemimpinan Indonesia di G20 pada 2022 dan ASEAN pada 2023 tidak berpihak pada kepentingan negara besar tertentu ataupun terjebak dalam propaganda koalisi kepentingan global semata.
Membaca visi dan orientasi politik luar negerinya, capres Prabowo diperkirakan akan melanjutkan tren positif ini dengan semakin menempatkan ASEAN sebagai salah satu ---bukan satu-satunya--- poros utama diplomasi Indonesia. Kecenderungan kesinambungan itu tampak mencolok pada pidato Prabowo di CSIS.
Jawaban Prabowo terhadap pertanyaan seorang Duta Besar negara lain kelihatan seide dengan ketegasan pandangan Presiden Jokowi berkaitan dengan perdagangan bebas, termasuk isu kelapa sawit dan hilirisasi sumber daya alam, termasuk nikel.
Selain itu, Prabowo tampaknya mengharapkan kerja sama pragmatis untuk kemajuan ekonomi, bonus demografi, serta stabilitas keamanan kawasan akan terus digalang. Isu sensitif seperti Rohingya, damai di Myanmar, Laut China Selatan, dan lainnya akan terus ditangani secara bijak melalui diplomasi dan hukum internasional.
Dalam konteks visi politik luar negeri Prabowo Subianto, good neighbor policy dapat dimaknai sebagai upayanya untuk menjaga dan memperkuat hubungan baik dengan negara-negara tetangga ASEAN. Hal ini penting mengingat stabilitas kawasan Asia Tenggara sangat menentukan iklim hubungan dan kerja sama internasional Indonesia secara luas.
Beberapa poin penting terkait interpretasi good neighbor policy menurut Prabowo, antara lain:
1. Memprioritaskan ASEAN dalam politik luar negeri Indonesia, baik dalam kerangka bilateral maupun multilateral.
2. Mendorong penyelesaian perselisihan wilayah atau batas antar negara ASEAN secara damai berdasarkan hukum internasional.
Meningkatkan interdependensi ekonomi dan kerja sama sosial-budaya antar negara di kawasan.
3. Bersama negara ASEAN lainnya, menjaga Asia Tenggara agar tidak terseret dalam perebutan pengaruh antara kekuatan global (AS, China, dll).
Secara proaktif menggalang solidaritas dan mengembangkan mekanisme regional untuk menghadapi ancaman non-tradisional seperti terorisme, pandemi, bencana alam, perubahan iklim, dll.
Intinya, good neighbor policy yang hendak diterapkan Prabowo adalah semacam strategi untuk memperkokoh rasa saling percaya, menghormati kedaulatan, dan memajukan kepentingan nasional Indonesia bersama negara-negara bertetangga di ASEAN. Hal ini sejalan dengan prinsip politik luar negeri bebas-aktif Indonesia yang telah diterapkan selama ini.
Dengan berbagai capaian yang sudah ada, diplomasi Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo ---jika terpilih pada pilpres 14 Februari 2024 mendatang--- tentu saja tak perlu mulai dari nol. Justru keberlanjutan dan penguatan terhadap hal-hal yang sudah on-track dapat dilakukan.
Kecenderungan itu dapat semakin memperkokoh hubungan baik dengan negara tetangganya di Asia Tenggara. Reputasi dan kredibilitas Indonesia sebagai kekuatan diplomasi regional yang netral dan pemecah masalah (problem solver) akan semakin kuat di masa mendatang.
Posisi Prabowo sebagai Menteri Pertahanan pada pemerintahan Presiden Jokowi sekarang menjadi modalitas penting. Sejak 2019 Prabowo telah mewakili pemerintah Indonesia dan berinteraksi dengan para pemimpin dunia. Posisi itu juga memberikan struktur kesempatan politik lebih leluasa ketimbang dua capres lain.
Komitmen capres Prabowo untuk melanjutkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat peran konstruktif Indonesia via ASEAN adalah bukti nyata dukungannya terhadap upaya pemerintahan Jokowi selama ini. Komitmen Prabowo Subianto dilekatkan pada dengan mengedepankan good neighbor policy pada visi dan orientasi PLN-nya.
Dengan Visi yang berkesinambungan ini, Indonesia dapat memperkokoh peran dan pengaruhnya sebagai kekuatan regional yang disegani. Relevansi dan kesinambungan visi PLN capres Prabowo Subianto juga meneruskan interaksi Indonesia dengan aktor-aktor lain selama ini dalam hubungan internasional yang semakin kompleks.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H