Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Memperkuat Posisi ASEAN dalam Rivalitas Global di Asia Tenggara

23 Juli 2023   00:44 Diperbarui: 23 Juli 2023   07:02 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno L. P. Marsudi menyampaikan hasil pertemuan para Menlu ASEAN dan negara mitra pada 11-14 Juli 2023 dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (14/7/2023). Foto: Kompas.com/Fika Nurul Ulya

Dengan berakhirnya Pertemuan Menteri Luar Negeri (Menlu) ASEAN yang ke-56, berbagai pihak semakin memahami arti penting ASEAN memperkuat peran sentralnya pada forum-forum regional. Forum regional itu berpusat pada ASEAN dan melibatkan partisipasi berbagai negara mitra ASEAN. Amerika Serikat (AS), China, dan Rusia menjadi beberapa negara yang sangat berkepentingan dengan sikap ASEAN.

Yang paling menarik adalah bahwa KTT Menlu ASEAN itu menyarankan upaya-upaya strategis untuk mencari solusi bagi berbagai masalah yang dihadapi kawasan Asia Tenggara. Himbauan ini sangat penting mengingat perhatian ASEAN selama ini lebih difokuskan pada pada prosedur atau mekanisme untuk mendorong sentralitas ASEAN.

Bahasan utama mengenai sentralitas ASEAN selalu menjadi semacam pilar mendasar bagi organisasi regional satu-satunya di kawasan ini. Bersanding dengan konsep sentralitas itu adalah konsep netralitas ASEAN terhadap berbagai isu regional dan global, seperti persaingan antara AS-China dan perang Rusia-Ukraina. 

Bagi Indonesia sebagai pemimpin ASEAN pada 2023 ini, konsep sentralitas dan netralitas ASEAN seringkali dimaknai sebagai dasar bagi interaksi di antara negara-negara anggota dan antara mereka dengan negara-negara mitra. Presiden Indonesia, Joko Widodo, dan Menlu Retno Marsudi berulangkali menegaskan prinsip ASEAN sebagai pemain utama di kawasan ini dan kawasan Asia Tenggara bukan medan persaingan kepentingan di antara negara-negara besar itu.

Sumber: micms.mediaindonesia.com
Sumber: micms.mediaindonesia.com

Walaupun bukan merupakan pertemuan di antara para pemimpin (Konperensi Tingkat Tinggi/summit) di kawasan, pertemuan Menlu ASEAN ini tetap tidak kehilangan urgensinya. Pertemuan itu bahkan menjadi semacam forum pendahuluan bagi para Menlu untuk menegaskan kebijakan luar negeri di antara negara-negara yang berkepentingan pada ASEAN. Acara ini melibatkan 24 pertemuan yang menghasilkan 28 dokumen program kerja dan komunike bersama. 

Melalui pertemuan Menlu itu, ASEAN berhasil menunjukkan relevansinya melalui pendekatan diplomasi, yaitu dialog yang melibatkan banyak pihak. Dialog itu tampak pada pertemuan Menlu Indonesia dengan China dan Rusia, baik secara bilateral maupun trilateral. 

Selain itu, dialog itu menegaskan sikap ASEAN yang tidak memihak pada satu pihak saja. Sebaliknya, dialog juga menjalin hubungan dekat dengan berbagai negara, termasuk Australia dan Amerika Serikat. 

Berkaitan dengan dua negara besar itu, ASEAN masih perlu lebih jelas dan tegas dalam menyampaikan pandangannya mengenai Indo-Pasifik (AOIP). Kerja sama ASEAN dengan organisasi kawasan lain dan negara-negara besar itu tidak dapat dipungkiri harus diarahkan sesuai dengan penerapan AOIP dan peran sentral ASEAN. Penegasan itu diharapkan dapat menyelaraskan tujuan-tujuan ASEAN  dengan agenda global.

Langkah positif lainnya adalah upaya para Menlu ASEAN mengatasi masalah-masalah, seperti perbatasan antara negara-negara anggota dan negara lain, serta isu penangkapan ikan secara ilegal. Masalah lainnya adalah isu kelautan ASEAN dan ide pembentukan satuan polisi air ASEAN dapat membantu menurunkan ketegangan dan mencapai demiliterisasi di Laut China Selatan. 

Sumber: liputan6.com
Sumber: liputan6.com

Tantangan lain bagi ASEAN di antaranya isu krisis politik dan keamanan di Myanmar. Sejak junta militer menggulingkan pemerintahan sipil pada 1 Februari 2020, hubungan di antara negera-negera anggota ASEAN dengan negara-negara adidaya, seperti China dan India, menjadi semakin rumit. ASEAN harus berhati-hati dan teguh dalam menjalankan peranannya agar tidak diperalat oleh kepentingan pihak-pihak besar ini.

Paska-Perang Dingin, hampir semua negara-negara di Asia Tenggara memang tidak lagi secara tegas memihak AS saja atau China saja. Bahkan negera-negara (seperti Kamboja, Laos, Vietnam, dan Myanmar) semakin membuka diri menjalin hubungan dengan AS. Perubahan lingkungan global menimbulkan kerumitan dalam hubungan internasional.

Kenyataan itu berlangsung pada kehadiran ASEAN dalam dialog pertahanan dan keamanan di Forum Dialog Shangri-la. AS dan China memanfaatkan forum dialog itu untuk berebut pengaruh regional. Kedua negera memberikan apresiasi terhadap netralitas dan sentralitas ASEAN. AS lebih fleksibel menjalin hubungan-hubungan bilateral dan multilateral. Sedangkan China lebih memberikan perhatian pada kerjasama multilateral. 

Menanggapi sikap AS dan China, maka ASEAN  mengambil sikap berhati-hati agar tidak terjebak dalam ketidakseimbangan hubungan. Forum Regional ASEAN yang terbuka dan inklusif, yaitu ARF, menjadi salah satu mekanisme regional yang lebih dikuatkan untuk mencari solusi atas berbagai masalah di kawasan. 

Keterlibatan semua pihak dengan mengedepankan sentralitas ASEAN itu mengacu pada Piagam ASEAN dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, dapat membawa hasil yang lebih positif. Salah satu buktinya adalah ASEAN menjalin kerjasama dengan negara-negara adidaya, seperti China, terutama dalam pengembangan perekonomian digital.

Oleh karena itu, ASEAN menegaskan pentingnya menghentikan kekerasan di Myanmar oleh semua pihak terlibat. Meskipun perundingan memerlukan waktu, menghentikan kekerasan harus menjadi prioritas solusi yang tidak boleh ditunda. Semua pihak perlu bekerja sama untuk mencapai kedamaian dan stabilitas di wilayah tersebut. Terlepas dari kompleksitas krisis politik di Myanmar, kemampuan ASEAN mencari teroboson inisiatif bagi penyelesaian krisis itu dapat menjadi modalitas mendasar bagi sentralitas ASEAN.

Kebuntuan ASEAn dalam menemukan solusi bagi krisis politik di Myamar telah menimbulkan kritik, walau langkah-langkah diplomasi ASEAN untuk mengasingkan Myanmar dari berbagai pertemuan regional juga mendapat apresiasi. Selama ini ASEAN dikritik hanya sekadar sebagai platform dialog atau, bahkan, forum kumpul-kumpul di antara elit pemerintahan di kawasan ini. 

Oleh karena itu, merujuk ASEAN Concord, visi ASEAN untuk masa depan setelah 2025 perlu lebih memperkuat ASEAN Regional Forum (ARF). Melalui ARF, ASEAN perlu didorong untuk berfungsi sebagai wadah regional untuk mencari solusi konkret bagi berbagai persoalan regional agar dapat memperkuat posisinya di kawasan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun