Tantangan lain bagi ASEAN di antaranya isu krisis politik dan keamanan di Myanmar. Sejak junta militer menggulingkan pemerintahan sipil pada 1 Februari 2020, hubungan di antara negera-negera anggota ASEAN dengan negara-negara adidaya, seperti China dan India, menjadi semakin rumit. ASEAN harus berhati-hati dan teguh dalam menjalankan peranannya agar tidak diperalat oleh kepentingan pihak-pihak besar ini.
Paska-Perang Dingin, hampir semua negara-negara di Asia Tenggara memang tidak lagi secara tegas memihak AS saja atau China saja. Bahkan negera-negara (seperti Kamboja, Laos, Vietnam, dan Myanmar) semakin membuka diri menjalin hubungan dengan AS. Perubahan lingkungan global menimbulkan kerumitan dalam hubungan internasional.
Kenyataan itu berlangsung pada kehadiran ASEAN dalam dialog pertahanan dan keamanan di Forum Dialog Shangri-la. AS dan China memanfaatkan forum dialog itu untuk berebut pengaruh regional. Kedua negera memberikan apresiasi terhadap netralitas dan sentralitas ASEAN. AS lebih fleksibel menjalin hubungan-hubungan bilateral dan multilateral. Sedangkan China lebih memberikan perhatian pada kerjasama multilateral.Â
Menanggapi sikap AS dan China, maka ASEAN Â mengambil sikap berhati-hati agar tidak terjebak dalam ketidakseimbangan hubungan. Forum Regional ASEAN yang terbuka dan inklusif, yaitu ARF, menjadi salah satu mekanisme regional yang lebih dikuatkan untuk mencari solusi atas berbagai masalah di kawasan.Â
Keterlibatan semua pihak dengan mengedepankan sentralitas ASEAN itu mengacu pada Piagam ASEAN dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, dapat membawa hasil yang lebih positif. Salah satu buktinya adalah ASEAN menjalin kerjasama dengan negara-negara adidaya, seperti China, terutama dalam pengembangan perekonomian digital.
Oleh karena itu, ASEAN menegaskan pentingnya menghentikan kekerasan di Myanmar oleh semua pihak terlibat. Meskipun perundingan memerlukan waktu, menghentikan kekerasan harus menjadi prioritas solusi yang tidak boleh ditunda. Semua pihak perlu bekerja sama untuk mencapai kedamaian dan stabilitas di wilayah tersebut. Terlepas dari kompleksitas krisis politik di Myanmar, kemampuan ASEAN mencari teroboson inisiatif bagi penyelesaian krisis itu dapat menjadi modalitas mendasar bagi sentralitas ASEAN.
Kebuntuan ASEAn dalam menemukan solusi bagi krisis politik di Myamar telah menimbulkan kritik, walau langkah-langkah diplomasi ASEAN untuk mengasingkan Myanmar dari berbagai pertemuan regional juga mendapat apresiasi. Selama ini ASEAN dikritik hanya sekadar sebagai platform dialog atau, bahkan, forum kumpul-kumpul di antara elit pemerintahan di kawasan ini.Â
Oleh karena itu, merujuk ASEAN Concord, visi ASEAN untuk masa depan setelah 2025 perlu lebih memperkuat ASEAN Regional Forum (ARF). Melalui ARF, ASEAN perlu didorong untuk berfungsi sebagai wadah regional untuk mencari solusi konkret bagi berbagai persoalan regional agar dapat memperkuat posisinya di kawasan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H