Pertama, lambatnya respon terhadap ekonomi hijau dapat mengurangi peluang ekspor. Beberapa negara mulai mengadopsi standar hijau dan mengenakan pajak karbon. Akibatnya, produk ekspor menjadi lebih mahal dan tidak kompetitif.
Masalah kedua ialah kebijakan industri karbon dapat menarik investasi rendah karbon, sehingga negara-negara yang terlambat dalam ekonomi hijau dapat kehilangan potensi investasi. Dalam kondisi itu, kebijakan mengenai industri hijau seperti mobil listrik, bangunan hijau dan lainnya memang sangat diperlukan.
Ketiga, keterlambatan penerapan kebijakan ekonomi hijau dapat mempersulit akses kepada keuangan global. Meningkatnya rekomendasi investor keuangan terhadap sektor keuangan hijau mendorong investasi yang berkaitan pada sektor-sektor yang mendukung ekonomi hijau.
Komitmen Presidensi G20
Arti penting ekonomi hijau itu telah mengirimkan pesan positif kepada komunitas global, khususnya G20, dalam mendukung pemulihan global. Ekonomi hijau tampaknya menjadi salah satu solusi alternatif sesuai dengan tema utama G20 pada Presidensi Indonesia, yaitu Recover Together, Recover Stronger.
Melalui G20, Gubernur BI mengungkap tiga langkah bank sentral untuk membangun ekosistem ekonomi hijau.
Langkah pertama adalah meningkatkan skala instrumen keuangan hijau dan investasi hijau untuk energi hijau. Langkah ini dipandang dapat memainkan peran penting untuk mendorong transisi ekonomi hijau dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Contohnya adalah pegembangan dan penggunaan transportasi bertenaga listrik atau bangunan ramah lingkungan.Â
Melalui langkah pertama ini, G20 berhadap dapat menciptakan sumber-sumber baru pertumbuhan ekonomi dan membuka lapangan pekerjaan. Komitmen tersebut juga mendukung pelaksanaan Paris Agreement.
Kedua, pemerintah dan pemangku kepentingan perlu bekerjasama dalam menjalankan kerangka kerja yang komprehensif bagi kebijakan ekonomi hijau yang berkelanjutan. Presidensi Indonesia mendorong sinergi dan kolaborasi antar berbagai otoritas itu sedini mungkin. Tujuannya adalah membangun ekosistem untuk mendukung infrastruktur ekosistem keuangan berkelanjutan.
Selanjutnya, sinergi antar pemangku kepentingan ekonomi hijau dapat merumuskan regulasi guna mempercepat pembangunan dengan konsep hijau dan berkelanjutan. Selain itu, para pemangku kepentingan perlu memperhatikan harmonisasi antara pertumbuhan ekonomi dengan aspek lingkungan dan sosial agar kebijakan ekonomi hijau dapat menarik lebih banyak investor.
Langkah terakhir adalah menyusun program-program pengembangan kapasitas yang berkelanjutan. Program itu sangat penting untuk meningkatkan pemahaman dan kompetensi dari masyarakat dan industri, baik di tingkat nasional maupun global. Cara tersebut diharapkan membantu mempercepat pembangunan instrumen ekonomi dan keuangan hijau yang berkelanjutan.
Dalam agenda Presidensi Indonesia di G20, isu keuangan berkelanjutan merupakan salah satu topik dari 6 isu prioritas di bidang keuangan yang akan diangkat pada Presidensi G20 Indonesia. Ekonomi dan instrumen keuangan hijau menjadi bagian dari kebijakan bank sentral di G20 pada 2022 ini.