Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Penguatan ASEAN dalam Penyelesaian Krisis Myanmar

6 April 2022   00:53 Diperbarui: 7 April 2022   05:40 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Krisis Myanmar yang telah berlangsung lebih dari satu tahun menandai urgensi penguatan peran ASEAN. Kekerasan junta militer Myanmar kepada rakyatnya sendiri menjadi tantangan nyata bagi ASEAN. 

Mendekati satu (1) tahun ini, peta jalan ASEAN untuk perdamaian di Myanmar ternyata malah menemui jalan buntu. April 2021 para pemimpin ASEAN bertemu dengan pemimpin kudeta Myanmar, Jendral Min Aung Hlaing untuk membicarakan perdamaian di Myanmar. Ke-9 pemimpin ASEAN dan Jenderal Hlaing menyetujui 5 poin konsensus ASEAN. 

Lima poin konsensus itu meliputi penghentian kekerasan di Myanmar, dialog konstruktif menuju solusi damai, penunjukan utusan khusus sebagai mediator dialog, bantuan kemanusiaan, serta kunjungan utusan khusus dan delegasi ASEAN ke Myanmar. Hingga saat ini, hanya satu poin yang telah terwujud, yaitu penunjukkan utusan khusus ASEAN untuk perdamaian Myanmar.

Pergantian Ketua ASEAN

Salah satu faktor penting yang menyebabkan ASEAN menghadapi jalan buntu itu adalah pergantian Ketua ASEAN. Pergantian tahun selalu diikuti oleh pergantian kepemimpinan ASEAN. Kepemimpinan Brunei Darussalam pada 2021 beralih ke tangan Kamboja di 2022 ini sebagai Ketua ASEAN. Peralihan kepemimpinan ini berpengaruh pada gaya dan cara ASEAN mengelola krisis Myanmar dan, tentu saja, potensi konflik lain di kawasan Asia Tenggara. 

ASEAN tampak tegas dan menunjukkan determinasinya dalam menghadapi junta militer Myanmar di bawah keketuaan Brunei. Pada awal tahun 2021, Brunei cenderung pasif dan sangat berhati-hati merespon kudeta Myanmar. Brunei baru tergerak menjalankan diplomasi ASEAN setelah pemerintah Indonesia, Singapura, dan Malaysia bersuara keras memprotes kudeta Myanmar. 

Di bawah kepemimpinan Brunei dan dukungan ketiga negara itu, ASEAN mampu menghasilkan satu lagi terobosan kebijakan penting, selain lima konsensus ASEAN. Di tengah kritik terhadap ASEAN, keketuaan ASEAN berhasil membuat terobosan kebijakan untuk menekan Myanmar. ASEAN memaksakan kehadiran perwakilan non-politik dari Myanmar. Dengan kata lain, Myanmar boleh mengikuti KTT ASEAN jika sudah mencapai kemajuan dalam pelaksanaan peta jalan damai itu.

Sebaliknya, keketuaan Kamboja di tahun 2022 ini justru menunjukkan kemunduran diplomasi damai ASEAN. Kuniungan Perdana Menteri (PM) Hun Sen justru menimbulkan blunder. Alih-alih berhasil melunakkan sikap junta militer, kunjungan itu malah berbalik menguntungkan junta militer Myanmar. Kunjungan itu justru diartikan memberikan legitimasi bagi kekerasan junta militer kepada rakyat Myanmar.

sumber: asiatimes.com
sumber: asiatimes.com

Penolakan Myanmar

Selain faktor di atas, penolakan Myanmar menjadi kontributor utama bagi ketidakmampuan ASEAN mewujudkan perdamaian di negara itu. Jenderal Hlaing yang menyepakati kelima konsensus ASEAN di KTT ternyata bersikap berbeda pada politik praktisnya. Kenyataannya, junta militer Myanmar tidak mematuhi peta jalan itu.

Krisis Myanmar yang sudah berlangsung lebih dari setahun tak kunjung menunjukkan kemajuan berarti. Myanmar memang sepakat dengan penunjukkan utusan khusus ASEAN, yaitu Menteri Luar Negeri Kamboja, Prak Sokhonn. Menlu Prak telah mendesak para jenderal yang berkuasa di Myanmar untuk mengizinkannya bertemu dengan semua pemangku kepentingan di sana. 

Selain dengan junta militer, Prak Sokhonn juga mendesak bertemu dengan pemimpin sipil Myanmar yang terguling, Aung San Suu Kyi. Naum demikian desakan itu harus harus gagal. Menlu Prak tidak bisa bertemu dengan Suu Kyi yang tengah ditahan dan diadili junta. Pada dasarnya, junta Myanmar menghalangi pertemuan utusan khusus ASEAN dengan NLD atau NUG.

Beberapa anggota ASEAN bahkan merasa putus asa atas ketidakmauan junta Myanmar untuk mematuhi. Akibatnya, ASEAN terpaksa mencegah Jenderal Hlaing menghadiri pertemuan regional sampai menunjukkan kemajuan. Larangan kehadiran pemimpin Myanmar itu adalah sebuah langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi ASEAN.

Dalam pertemuan para menteri luar negeri ASEAN di Phnom Penh, Kamboja, Kamis (17/2/2022), Kamboja tidak mengundang junta militer Myanmar, sebagaimana aspirasi Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Singapura. Keempat negara berpandangan bahwa junta baru bisa diundang jika sudah melaksanakan lima poin Konsensus ASEAN tentang krisis Myanmar.

Pada pertemuan Menlu ASEAN itu, Myanmar untuk pertama kalinya memberi pernyataan resmi bahwa mereka kecewa dengan sikap ASEAN. Namun demikian, Myanmar berkomitmen tetap terus berkomunikasi dengan ASEAN dan anggota-anggota lainnya.

Penguatan ASEAN 

Sikap Myanmar yang menolak diplomasi damai ASEAN tentu saja tidak menguntungkan kedua pihak. Krisis Myanmar telah menambah persoalan ASEAN dalam mempertahankan sentralitasnya di Asia Tenggara. Sentralitas dan netralitas ASEAN menjadi sangat strategis untuk menjaga stabilitas keamanan di Asia Tenggara.

Selain krisis Myanmar, pada saat ini ASEAN juga harus mengelola potensi konflik di antara negara-negara besar, seperti Amerika Serikat (AS), China, dan Rusia. ASEAN bahkan juga harus menghadapi perbedaan sikap negara-negara anggotanya dalam isu-isu regional, seperti konflik klaim di Laut China Selatan, vaksin Covid-19, dan pakta pertahanan segitiga AUKUS (antara AS, Inggris, dan Australia). 

Sejak akhir Februari 2022, ASEAN juga harus mengantisipasi potensi perluasan perang Rusia-Ukraina di kawasan ini. Akibat perang itu, Singapura telah membekukan operasi 4 bank milik Rusia di negara itu. Lalu, Filipina berjanji memberikan fasilitas pangkalan militer kepada AS. Di tengah perbedaan dan perpecahan di antara negara-negara anggotanya itu, ASEAN harus mamou mengambil keputusan bersama mengenai berbagai isu internasional itu.

Sementara itu, sikap penolakan Myanmar menyebabkan negara itu dikucilkan di ASEAN. Sejak KTT ASEAN pada akhir Oktober lalu hingga pertemuan menteri luar negeri se-ASEAN bulan Februari lalu, perwakilan politik Myanmar tidak boleh hadir. Larangan hadir juga berlaku pada pertemuan ASEAN dengan mitra wicara atau negara mitra, seperti China dan Uni Eropa. Perkembangan itu tentu saja merugikan hubungan internasional Myanmar. 

Dengan situasi tersebut, ASEAN perlu menguatkan kapasitas regionalnya dalam penyelesaian persoalan di kawasannya sendiri, yaitu Asia Tenggara. Kamboja sebagai ketua ASEAN bersama negara anggota lainnya perlu menegaskan komitmennya untuk membawa ASEAN terus merangkul Myanmar dalam menyelesaikan krisis domestiknya. Tugas ASEAN tidak mudah karena memerlukan respons positif dari junta militer Myanmar agar peta jalan ASEAN berjalan efektif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun