Ada kecenderungan bahwa perang Rusia-Ukraina memberi dampak bagi semua negara di dunia, termasuk ASEAN dan negara-negara anggotanya.Â
Walaupun Rusia dan Ukraina memiliki kontribusi ekonomi kecil bagi kawasan ini, dampak itu bukan sekadar bersifat ekonomi karena perang berkepanjangan itu sudah berlangsung hampir satu bulan.Â
Begitu pula dari aspek geografisnya. Walaupun secara geografis tidak berbatasan langsung, negara-negara di Asia Tenggara, khususnya anggota ASEAN, mulai mendapatkan dampak dari perang Rusia-Ukraina.
Dampang dari perang Rusia-Ukraina lebih tampak pada tautan kepentingan antara negara-negara anggota ASEAN dengan kepentingan AS dan Rusia di kawasan ini.
Dampak paling besar dirasakan oleh negara-negara yang memiliki hubungan dekat dengan Amerika Serikat (AS) dan Rusia. Di antara kedua negara itu, satu kekuatan besar juga memiliki kepentingan regional di Asia, yaitu China.
Perkembangan itu menunjukkan bahwa struktur internasional memiliki karakter inter-dependensi. Kaitan hubungan antara satu isu dengan isu lainnya dan antara satu negara dengan negara lainnya menjadi kenyataan yang tidak dapat dipungkiri lagi.Â
Globalisasi ekonomi telah memaksa berbagai aktor dalam hubungan internasional menjadi saling terhubung dan, bahkan, tergantung satu dengan lainnya.
Asia Tenggara
Perhatian mengenai dampak perang itu menjadi sangat penting mengingat AS memiliki kepentingan regional besar di kawasan Asia Tenggara.Â
Sejak Joe Biden memimpin AS, ada keinginan global agar AS tidak lagi menarik diri dari berbagai isu internasional, seperti di masa Presiden Donald Trump.
Salah satu kawasan strategis bagi kepentingan AS adalah Asia Tenggara. Sebagai bagian dari Indo-Pasifik, kawasan ini secara geografis menjadi salah satu arena persaingan regional dan global.
Di kawasan ini, Negara Paman Sam bersama negara-negara lain memiliki kepentingan menjaga keamanan regional.
Urgensi kawasan ini mendorong AS membentuk aliansi pertahanan AUKUS bersama Australia dan Inggris di akhir 2021 lalu.
Selain itu, aliansi Five Power Defense Arrangement (FPDA) juga dibentuk AS bersama Singapura, Malaysia, Australia, dan Selandia Baru.Â
Walaupun aliansi pertahanan Warisan Perang Dingin itu kurang menampakkan wujudnya, FPDA diyakini masih ada dan berlaku.
Kawasan ini juga memiliki kerja sama multilateral, seperti ASEAN dengan berbagai kerja sama bilateral bersama berbagai negara lain.
Kerja sama itu dilakukan negara-negara itu dengan AS, China, dan Rusia. Ruang lingkup kerja sama bisa di Asia Tenggara, Asia Pasifik, Asia-Eropa, dan Indo-Pasifik.
Selain di bidang politik-pertahanan, kawasan ini juga memiliki banyak kerja sama multilateral di sektor ekonomi. Contohnya ASEAN, Australia, New Zealand Free Trade Arrangement (AANZFTA), ASEAN-Korea FTA, dan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang diprakarsai oleh China, tetapi tanpa AS.
Arti penting kawasan ini menyebabkan negara-negara di Asia Tenggara menjadi sasaran persaingan atau rivalitas regional di antara dua kekuatan besar, yaitu AS dan China. Konflik klaim di Laut China Selatan (LCS) menjadi contoh kuat bagi persaingan kedua kekuatan besar (major powers) itu.
Walau Rusia tidak memiliki kepentingan regional sebesar AS dan China, namun Rusia memiliki hubungan khusus dengan Vietnam, misalnya. Rusia tidak memiliki kepentingan sebesar China di kawasan ini.
Meskipun begitu, tindakan operasi militer khusus Rusia ke Ukraina bukannya tanpa dampak bagi kawasan ini. Apalagi perang Rusia-Ukraina menyebabkan negara-negara pendukung Ukraina melancarkan sanksi ekonomi bagi Rusia.
Dampak
Pertanyaannya adalah apa dan bagaimana dampak perang itu bagi ASEAN dan ke-10 negara anggotanya. Ada enam dampak perang itu terhadap ASEAN dan ke-10 negara anggotanya.
Dampak pertama adalah perbedaan sikap ke-10 negara di Asia Tenggara terhadap resolusi PBB. Sidang PBB menghasilkan enam negara anggota ASEAN setuju mengecam perang Rusia-Ukraina dan meminta Rusia menarik militernya dari wilayah Ukraina.
Ke-8 negara itu Yang setuju itu adalah Singapura, Indonesia, Myanmar, Brunei, Malaysia, Kamboja, Thailand, dan Filipina. Sedangkan, Vietnam dan Laos bersikap abstain.
Kedua, Singapura bersikap paling keras dalam mengecam Rusia. Negara tetangga Indonesia itu bahkan menutup operasi bank atau lembaga keuangan milik Rusia. Sikap ini tentu saja menarik karena mengungkapkan lebih kuatnya hubungan bilateral kedua negara ketimbang Rusia dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya.
Dampak ketiga adalah sikap Myanmar yang berbeda antara di forum diplomatik dengan kenyataan di lapangan. Myanmar menyetujui resolusi PBB itu, tetapi sebelumnya pemimpin junta militer Jenderal Min Aung Hlaing telah menyatakan dukungan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin.
Keempat adalah sikap Filipina yang belakangan menawarkan dukungan kepada AS. Presiden Duterte menyatakan akan menyediakan pangkalan militer bagi AS jika perang Rusia-Ukraina meluas ke Asia. Kenyataan ini beralasan mengingat protes Jepang terhadap provokasi Rusia di daerah perbatasan kedua negara.
Kelima, lima negara lain hanya sepakat di forum PBB. Indonesia, Malaysia, Vietnam, Brunei, dan Thailand tidak memberikan dukungan riil dalam bentuk sanksi ekonomi atau lainnya. Indonesia, misalnya, bahkan tetap mendapat kritik dari Duta Besar kedua negara di Jakarta.
Dampak terakhir adalah ASEAN melalui para menteri luar negerinya mendesak Rusia dan Ukraina untuk melakukan gencatan senjata. Pada pertemuan Menlu ASEAN, 3 Maret 2022, mereka juga meminta dialog perdamaian dilanjutkan. Yang menarik adalah penolakan ASEAN terhadap permintaan AS untuk bertemu.Ke-10 negara anggota ASEAN konon tidak sepakat, sehingga pertemuan itu batal.Â
Meskipun mendapat kritik, batalnya pertemuan itu bisa dianggap sebagai salah satu bentuk penolakan ASEAN terhadap upaya memperluas dampak perang Rusia-Ukraina di kawasan ini. ASEAN tampaknya ingin tetap menjaga netralitasnya terhadap perang itu dan rivalitas kepentingan global AS-Rusia di kawasan ini.
Ke-6 dampak itu menggambarkan bahwa perang Rusia-Ukraina memiliki pengaruh di kawasan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Semakin dekat negara itu dengan AS atau Rusia, maka negara itu semakin dipaksa untuk menegaskan sikapnya secara lebih konkrit. Bagi AS, khususnya, dukungan sebuah negara terhadap resolusi PBB tidak cukup, tanpa tindakan nyata, seperti sanksi ekonomi.
Bagi ASEAN dan ke-10 negara anggotanya, perbedaan sikap di antara mereka terhadap isu-isu regional dan internasional menjadi sebuah dinamika manarik. Mereka semakin terbiasa memiliki sikap berbeda, seperti dalam sikap mereka terhadap LCS, China, dan Rusia.
Meski begitu, perbedaan sikap itu tampaknya 'menyatukan' mereka untuk tidak membawa sikap itu ke forum ASEAN, termasuk membatalkan pertemuan ASEAN dengan AS.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H