Pelajaran penting
Lalu, apa pelajaran penting dari isu-isu di atas? Sebelum membahas ketiga isu tersebut, konsep sederhana mengenai metaverse perlu disampaikan di sini. Berdasarkan berita-berita itu, maka Next Earth, Earth 2, dan situs-situs lainnya sebenarnya merupakan evolusi dari sebuah video game yang menghubungkan aktivitas dunia nyata ke dunia virtual. Video game, seperti the SIMS atau Second Life, adalah sebuah video game yang merupakan cikal bakal metaverse. Di dunia metaverse, manusia dapat melakukan kegiatan apa saja dengan kehadiran virtualnya.
Video game itu bahkan bisa menjadi sebuah dunia virtual yang mereplikasi kondisi dunia nyata. Ada kembaran antara dunia nyata dan dunia rekaannya. Ubisoft, misalnya, telah mengembangkan permainan virtual The Crew. Game itu memvirtualkan 10.000 KM jalan di Amerika Utara dalam sebuah video game balapan. Permainan-permainan lainnya tentu saja bisa ditambahkan di sini.
Pertama, game-game virtual itu masih merupakan transisi dari dunia rekaan atau metaverse menurut gambaran mas Mark Zukerberg, sang pemilik Facebook...eh...Meta itu. Metaverse dinikmati melalui kacamata digital/virtual 3D atau Oculus, sehingga pemakai dapat merasakan secara langsung. Ini berbeda dengan situs-situs Next Earth dan semacamnya yang masih menggunakan layar smarthphone atau komputer pribadi dengan internet berkoneksi cepat.
Kedua, meskipun demikian pemanfaatan permainan jual-beli tanah digital itu perlu diantisipasi. Pemerintah di tingkat pusat, propinsi, dan daerah perlu mempelajari resiko ekonomi dan politik dari fenomena digital ini. Aspek perpajakan dan lainnya perlu dipahami oleh pemerintah agar tidak sekedar bersikap reaktif saja.Â
Walaupun menggunakan matauang crypto, perkembangan transaksi digital tetap memerlukan perhatian pemerintah. Dengan respon yang cepat dan tepat, pemerintah dapat menginisiasi regulasi-regulasi transaksi digital berkaitan dengan aspek-aspek politik, khususnya pertahanan dan keamanan.
Ketiga, faktor edukasi masyarakat dan pemerintah. Faktor ini sangat penting agar masyarakat tidak mudah terjerembab pada hal-hal yang di luar pengetahuannya. Reaksi awal dari berita ini bisa saja kekagetan sebagian masyarakat yang belum paham mengenai meta atau metaverse itu.Â
Penulisan 'dunia meta' seharusnya memunculkan daya kritis lebih bahwa transaksi itu tidak terjadi di dunia nyata. Adalah tidak mungkin bahwa Pemda DIY atau Kraton Yogyakarta menjual aset berharganya, baik di dunia nyata maupun metaverse. Mengedukasi masyarakat dan jajaran pemerintah merupakan proses panjang, namun perkembangan pesat metaverse menuntut kesigapan kedua pihak itu.
Akhirnya berita-berita itu tentu saja memiliki faktor edukasi juga. Memang pada awalnya berita itu mengagetkan dan menimbulkan berbagai ekspresi positif atau negatif. Namun demikian, faktor positif dari berita itu adalah bahwa sebagian masyarakat juga memahami metaverse itu sebagai bagian dari dunia rekaan.Â
Kenyataan bahwa metaverse mulai berada di sekitar kita merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari. Mau tidak mau, tahun 2022 dapat menjadi momentum bagi perkembangan pesat metaverse yang bisa jadi dapat mengagetkan kita semua.Â
Yang pasti, jagat metaverse masih dan akan tetap imun atau kebal dari pandemi Covid-19 dan berbagai variannya di masa datang:)