Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tantangan Diplomasi Indonesia di 2022

9 Januari 2022   23:36 Diperbarui: 10 Januari 2022   00:37 1966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.un.org/securitycouncil/sites/www.un.org.securitycouncil/files/security_council_considers_un_peacekeeping_operations.jpg

Diplomasi sebuah negara didasarkan pada berbagai faktor yang menjadi perhatian negara tersebut dalam memandang dunia dan negara-negara lainnya. Faktor-faktor itu berkaitan dengan lingkungan terdekat dari negara itu, isu-isu mendasar atau mendesak, dan aktor-aktor dalam kerjasama dan konflik. 

Selain itu, faktor-faktor tersebut juga memainkan peran penting dalam hubungan antara negara itu dengan negara-negara lainnya. Diplomasi Indonesia tidak dapat dilepaskan dari faktor-faktor di atas. 

Dinamika kawasan Asia Tenggara, perkembangan pandemi Covid-19, posisi Amerika Serikat (AS), peningkatan kekuatan China menjadi faktor-faktor penting yang menentukan strategi diplomasi Indonesia. 

Strategi itu selanjutnya mendorong Indonesia, misalnya, menetapkan prioritas diplomasi dan urgensi isu-isu apa saja yang harus dikelola pemerintah Indonesia dalam diplomasinya. Konteks dari diplomasi Indonesia itu salah satunya adalah dinamika kawasan Indo-Pasifik.

Berkaitan dengan hal tersebut Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, telah menyampaikan Pernyataan Pers Tahunan pada 6 Januari 2022 lalu. Sebagai sebuah kegiatan tahunan, Kementerian Luar Negeri telah melakukan evaluasi terhadap perkembangan internasional selama ini, mempertimbangan prediksi ancaman keamanan, dan mempertimbangan dinamika politik domestik. 

Melalui Pernyataan Pers Tahunan Menteri (PPTM) Luar Negeri itu pemerintah Indonesia sebenarnya menyampaikan prioritas diplomasinya di sepanjang 2022 ini. Prioritas itu meliputi diplomasi kesehatan, diplomasi ekonomi, kedaulatan wilayah, dan perlindungan warganegara.

Seperti yang tertulis di situs pptm.kemlu.go id, PPTM merupakan "bentuk akuntabilitas dan transparansi kerja, Kementerian Luar Negeri setiap tahunnya menyelenggarakan kegiatan Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri (PPTM). PPTM merupakan momentum penting di setiap awal tahun di mana Menteri Luar Negeri menyampaikan pidato capaian diplomasi Indonesia satu tahun ke belakang sekaligus prioritas kebijakan luar negeri Indonesia satu tahun mendatang."

Tantangan

Ke-empat prioritas itu dapat menjadi jawaban Indonesia terhadap lima tantangan di bawah ini.

Pertama, diplomasi vaksin berkaitan dengan kebutuhan pemerintah menjaga pasokan vaksin Covid-19 bagi seluruh rakyat Indonesia. Mutasi virus Covid-19 menjadi Delta, Omicron, dan seterusnya menimbulkan urgensi pasokan vaksin.

Perkembangan virus menimbulkan kepastian mengenai efektifitas vaksin dalam menanggulangi virus Dan varian-variannya. Akibatnya, pemerintah harus mengutamakan kerjasama bilateral untuk menjamin vaksin bagi rakyatnya. 

Tugas ini tentu saja tidak mudah. Selain diperlukan biaya besar untuk pembelian vaksin, pemerintah harus menemukan negara yang bersedia memberikan jaminan pemasokan vaksin tanpa hambatan atau gangguan yang tidak perlu. Hingga saat ini, negara itu adalah China. Sementara itu, negara-negara lainnya lebih berperan sebagai pendukung dalam penyediaan vaksin.

Di tingkat internasional, isu akses vaksin mengalami politisasi antara nasionalisme dan multilateralisme vaksin. Masalah lainnya adalah ketimpangan vaksinasi penduduk di negara-negara kaya dan miskin.

Kenyataan global itu menuntut berbagai negara untuk menguatkan peran WHO sebagai otoritas sentral dalam mengelola akses vaksin secara global.

Kedua, perhatian serius pemerintah pada diplomasi kedaulatan wilayah. Prioritas diplomasi ini sangat relevan karena Indonesia secara geografis berada di tengah persaingan kekuatan besar tersebut. Negara-negara besar yang terlibat di kawasan Asia Tenggara atau Indo-Pasifik, termasuk di Laut China Selatan (LCS), berupaya meningkatkan perluasan pengaruhnya (spheres of influence) ke negara-negara Asia Tenggara. 

Di sepanjang tahun 2021, 17 perundingan perbatasan telah dilakukan para diplomat Indonesia untuk bernegosiasi dengan negara-negara tetangga. Lebih lanjut, Indonesia menghadapi isu geopolitik dan geoekonomi terkini di Asia Tenggara. Kedua isu itu ditingkahi dengan berbagai kerjasama ekonomi (seperti ASEAN Economic Community/AEC, RCEP, TPT)  dan pertahanan (QUADS, AUKUS). Ujung dari rivalitas itu adalah peningkatan proyeksi kekuatan dan potensi perlombaan senjata antara pelbagai kekuatan besar di Asia Tenggara. 

Kenyataan itu memberikan tantangan ketiga, yaitu bagi politik luar negeri bebas aktif.  Bagi Indonesia, tantangan itu sangat strategis dalam rangka menjawab perkembangan tersebut. Apakah doktrin bebas-aktif masih relevan dipakai? Sejauh mana urgensi Indonesia untuk mendukung AS atau China demi manfaat sebesar-besarnya bagi politik luar negeri Indonesia? Beberapa pertanyaan ini menjadi sangat mendesak untuk menjadi diskursus dan memperoleh jawaban. 

Mengikuti kebijakan bebas aktif, Indonesia perlu bersikap pragmatis, yaitu memanfaatkan kompetisi AS-China untuk kepentingan nasionalnya. Indonesia bisa mendapat manfaat strategis dari semua pihak. Misalnya, Indonesia mendapatkan kepastian pasokan vaksin Covid-19 dari China, AS menyetujui membeli jet tempur F15 dari AS dan Rafale dari Perancis, mendapatkan lisensi pembangunan kapal fregat dari Inggris. 

Keempat, peran aktif Indonesia dalam menjaga perdamaian, keamanan, dan stabilitas di Asia Tenggara. Di tingkat ASEAN, Indonesia berulang kali menegaskan sentralitas ASEAN dalam mengelola konflik di Asia Tenggara. Dengan kata lain, Indonesia selalu memegang prinsip tanpa campur tangan negara-negara di luar anggota ASEAN. Krisis Myanmar, isu Laut China Selatan (LCS), pakta pertahanan AUKUS menjadi tantangan nyata bagi Indonesia dan ASEAN. 

Kelima, Peningkatan peran Indonesia dalam berbagai diplomasi ekonomi multilateral. Inisiatif multilateralisme vaksin, presidensi Indonesia di G-20 pada 2022 ini, keketuaan Indonesia di ASEAN pada 2023 menjadi contohnya nyata. Peran multilateral ini sangat berbeda dengan kecenderungan kebijakan luar negeri Presiden Jokowi pada Pemerintahan pertama (2014-2019) yang lebih berorientasi bilateral dan domestik demi mendapatkan hasil kongkrit bagi masyarakat Indonesia.

Di masa pandemi Covid-19, peran multilateral itu diharapkan dapat memberi manfaat banyak (multiplier effects) bagi kepentingan ekonomi domestik. Peran itu tentu saja memberikan keuntungan bagi Indonesia untuk mendiktekan kepentingannya pada berbagai forum multilateral itu. 

Pada Presidensi di G-20, Indonesia mengusung tema Recover Together, Recover Stronger (pulih dan lebih kuat bersama). Tema itu berfokus pada tiga isu strategis, yaitu penguatan arsitektur kesehatan dunia, transisi pembangunan berkelanjutan, dan transformasi digital.

Kelima tantangan itu dijawab Indonesia melalui Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri (PPTM). Prioritas diplomasi Indonesia sangat relevan untuk menjawab beberapa tantangan pada 2022 itu.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun