Kedua, kompetisi produksi vaksin
Kompetisi dalam merespon Covid-19 tidak hanya berlangsung di antara berbagai negara, namun juga terjadi pada perusahaan-perusahaan farmasi global. BioNTech dan AstraZeneca, misalnya, telah bekerja untuk menyesuaikan keampuhab vaksin mereka terhadap varian Omicron. Vaksin baru itu mungkin masih perlu beberapa bulan lagi untuk siap diproduksi massal.
Keberadaan perusahaan-perusahaan itu di beberapa negara memunculkan isu ketimpangan produksi vaksin untuk negara di mana perusahaan-perusahaan berada. Upaya penyebaran fasilitas penelitian dan produksi vaksin mulai disadari urgensinya. AS telah berkomitmen membuat pusat produksi vaksin di Vietnam. Sedangkan Sinovac China sudah menyetujui pendirian lembaga semacam itu di Indonesia.
Ketiga, membuka dan menutup negara
Penyebaran vaksin yang mengikuti pergerakan manusia menyebabkan negara secara sepihak menerapkan kebijakan membuka dan menutup pintu-pintu internationalnya. Â Negara-negara di seluruh dunia saling berhati-hati meninjau dan belajar dari cara negara-negara lain mengelola pandemi Covid-19. Situasi itu menyebabkan ancaman Covid-19 telah meningkatkan kekuasaan negara (state-centrism).Â
Selain itu, kebijakan nasionalistik itu juga menimbulkan fenomena nasionalisme vaksin. Setiap negara lebih mementingkan kepentingan nasionalnya untuk melindungi warganegaranya dari Covid-19.
Walaupun kebijakan anti-pandemi masing-masing negara, sangat penting dilakukan,  kebijakan menutup perbatasan negara mengingatkan pada kenyataan bahwa pandemi masih jauh dari selesai. Bahkan kemunculan varian Omicron semakin menguatkan resiko penyebarannya dari luar (imported virus).
Keempat, otoritas kesehatan global
Pandemi Covid-19 juga mempengaruhi otoritas kesehatan global, yaitu Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organisation/WHO). Â Peran sentral WHO dalam urusan kesehatan internasional tetap tak tergantikan.Â
WHO berperan merumuskan dan menerapkan aturan global yang berkaitan dengan keamanan manusia dan kesehatan masyarakat. Karena penyebaran Covid-19 (termasuk varian Omicron) tergantung pada mobilitas manusia, WHO perlu mendorong negara-negara mengendalikan mobilitas warganegaranya.
Ada sekitar 14ribu WNI pergi-pulang dari Indonesia dan ke luar negeri hingga awal tahun baru ini. Lalu, ada WNA lebih kurang 4 ribuan orang masuk dan keluar Indonesia (Metro TV, 03/01/2022). Akibatnya, pemerintah menghimbau semua pihak untuk mengurangi atau membatalkan bepergian yang tidak perlu.
Keempat isu global di atas akan selalu mewarnai upaya menanggulangi Covid-19. Era paska-pandemi tidak akan mengakhiri mekanisme sentralisme negara dalam penanganan pandemi Covid-19.Â
Namun demikian, penguatan peran otoritas kesehatan global WHO sangat diperlukan untuk koordinasi kebijakan di antara berbagai negara.Â
Peran dan otoritas sentral WHO tetap tak tergantikan dalam mengelola ancaman pandemi Covid-19. Peningkatan koordinasi global melalui WHO bertujuan untuk menciptakan dunia yang lebih stabil, kooperatif dan lebih baik, walaupun Covid-19 telah bermutasi ke varian Omicron.