Hingga akhir tahun ini, metaverse itu belum ada. Mas Mark Zuckerberg si pemilik Facebook itu mengubah nama barangnya itu menjadi Meta demi menjembatani ambisi investasi 10 billion dolarnya di Meta itu.Â
Angka itu senilai kurang lebih setara 140 trilyun Rupiah!!! Bayangkan uang sebanyak itu digelontorkan untuk sesuatu yang belum ada, namun sudah direka-reka.
Karena belum ada, maka mencari pemahaman tentang Metaverse itu seolah php saja. Belum ada. Masih direka-reka. Kata-kata itu seolah obat mujarab untuk menjawab apa itu bentuk kongkrit dari Metaverse.Â
Padahal si mas Mark itu dan kawan-kawan dari dunia digital sudah berlomba-loma menanamkan uangnya hingga ratusan trilyun Rupiah di metaverse.Â
Kabarnya merek-merek terkenal juga sudah membeli space untuk toko dan iklan digital, serta membuat-menjual produk digital yang merupakan twin-nya yang di dunia nyata.
Kedua, bentuk dari rekaan kenyataan atau dunia itu adalah digital yang berdimensi tiga. Bukan yang dua, apalagi satu dimensi itu.Â
Ibarat film, maka film-nya bukan film kartun jadul seperti Tom and Jerry dan yang sejamannya yang berdimensi satu itu. Yang dua dimensi digital dan hampir mendekati adalah aplikasi-aplikasi semacam Roblox.Â
Namun demikian, film atau aplikasi semacam Roblox itu masih berada di luar kita. Roblox, misalnya, masih menggunakan gadget handphone atau tablet atau komputer. Film-film itu masih menggunakan layar televisi atau bioskop.Â
Sedangkan metaverse menggunakan alat virtual reality (VR) atau oculus (produknya Google) yang menyerupai kacamata.Â
Melalui VR itu, kita dapat memiliki pengalaman langsung berada di dunia Meta itu. Ketika saya tanyakan ke anak saya soal metaverse itu serupa dengan film-film Matrix atau Avatar.Â
Jawabannya bukan, beda. Lho...?!? Kedua film itu soal consiuousness. Kesadaran mengenai khayalan orang-orang yang dimasukkan ke tabung di film Avatar atau kepala-nya disetrum memakai kabel-kabel. Metaverse bukan seperti itu karena hanya memakai kacamata virtual.Â