Diplomasi maritim merupakan salah satu unsur penting dalam upaya Indonesia menjadi poros maritim dan pusat budaya maritim dunia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mempersiapkan Indonesia menuju visi 2045.
Berbagai langkah dan kebijakan sedang diwacanakan untuk dilakukan dalam rangka mencapai visi itu. Dengan harapan itu, haluan maritim dapat menjadi dasar dan, sekaligus, tujuan untuk mengarahkan diplomasi maritim Indonesia.
Apalagi lingkungan global terdekat Indonesia sedang mengalami dinamika maritim strategis, yaitu Indo-Pasifik. Kawasan maritim itu menjadi arena utama perebutan pengaruh dan kepentingan dari berbagai negara.
Yang paling menarik adalah bahwa pandemi Covid-19 yang menyebar ke seluruh dunia sejak awal 2020 ternyata tidak mampu menghentikan dinamika keamanan maritim. Upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendorong kerja sama global untuk penanggulangan pandemi ternyata tidak mampu menghentikan konflik antar-negara.
Alih-alih bekerja sama, perbedaan kebijakan maritim mengenai Indo-Pasifik justru berujung pada persaingan di antara negara-negara besar. Amerika Serikat (AS) dan China saling berebut pengaruh di kawasan ini. Kondisi ini berakibat pada peningkatan ketegangan di kawasan ini yang sangat berpotensi berubah menjadi konflik maritim antar-negara besar.
Dengan kenyataan tersebut, upaya memperkuat diplomasi maritim Indonesia menjadi sangat penting menjadi fokus analisis pada tulisan ini.
Diplomasi maritim
Di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo, politik luar negeri Indonesia yang bebas-aktif memiliki komitmen kuat dalam memperkuat jati diri Indonesia sebagai negara maritim berdasarkan konsep Nawa Cita. Identitas maritim itu secara resmi disampaikan Jokowi pada pidato pelantikannya sebagai Presiden Indonesia pada 20 Oktober 2014.
Dalam pidato perdananya sebagai presiden, Jokowi menegaskan kembali visi maritimnya untuk mewujudkan Jalesveva Jayamahe, yaitu untuk mengembalikan kejayaan Indonesia di masa lalu sebagai negara maritim. Samudra, laut, selat, dan teluk, menurutnya adalah masa depan peradaban Indonesia.
Dalam pidatonya itu, Jokowi juga mengutip pernyataan Presiden Soekarno dengan menegaskan, “bahwa untuk membangun Indonesia menjadi negara besar, negara kuat, negara makmur, negara damai, kita harus memiliki jiwa cakrawati samudera; jiwa pelaut yang berani mengarungi gelombang dan hempasan ombak yang menggulung.”