Alih-alih bekerja sama, perbedaan kebijakan maritim mengenai Indo-Pasifik justru berujung pada persaingan ketegangan di antara negara-negara besar.
Ketegangan kawasan Indo-Pasifik telah mendorong ASEAN untuk menunjukkan sentralitasnya. ASEAN bahkan juga mengusulkan visinya mengenai tata kelola potensi konflik di Indo-Pasifik melalui ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP). Dihadapkan pada visi ASEAN tersebut, AS dan China menunjukkan komitmen dukungan mereka.Â
Namun demikian, komitmen dukungan kedua negara besar dan berpengaruh itu sangat kontradiktif dengan kenyataan di lapangan. Kenyataan bahwa China tetap bertindak secara militeristik provokatif tidak bisa diabaikan.Â
Perilaku kapal-kapal perang dari Angkatan Bersenjata China di LCS memicu ketegangan dengan kekuatan pertahanan laut AS. Ketegangan maritim di LCS bahkan dikawatirkan menjadi sumber potensial bagi Perang Dunia ke-3.Â
Sementara itu, Amerika Serikat (AS) dan China saling berebut pengaruh di kawasan ini, khususnya di perairan Laut China Selatan (LCS). Ambisi China mewujudkan kedaulatan maritim telah menempatkan negara itu ke dalam konflik dengan empat negara di Asia Tenggara (Brunei Darusallam, Malaysia, Filipina, dan Vietnam) dan Taiwan.Â
Kondisi ini berakibat pada peningkatan ketegangan di kawasan ini yang sangat berpotensi berubah menjadi konflik maritim antar-negara besar.Â
Perkembangan kontemporer dari dinamika kawasan Indo-Pasifik adalah pembentukan pakta pertahanan trilateral antara AS, Inggris, dan Australia, yaitu AUKUS. Pembentukan AUKUS ini dimaksudkan sebagai pengimbang bagi peningkatan postur pertahanan China di kawasan ini.Â
Bagi AS dan negara-negara sekutunya, China dipandang sebagai ancaman paling potensial yang harus mendapat respon mendesak. AUKUS adalah jawaban AS bagi kehadiran kembali kekuatan negara besar itu di kawasan ini.
Memperkuat diplomasi
Dalam upaya menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, Indonesia berkepentingan menjadikan kawasan maritim di Asia Pasifik dan Samudera Hindia sebagai zona damai, bebas, netral serta membawa kemakmuran bagi semua yang akan dicapai melalui kerja sama East Asia Summit (EAS) dan Indian Ocean Rim Association (IORA).Â
Meski Indonesia berada pada posisi negara yang tidak ikut membuat klaim (non-claimant state) atas wilayah Laut Tiongkok Selatan (LTS), Indonesia mendorong negara-negara yang bersengketa untuk menyelesaikan masalah dengan cara damai. Diplomasi maritim Indonesia telah berupaya mendorong ASEAN dan Tiongkok untuk menyelesaikan Code of Conduct (CoC) di Laut Tiongkok Selatan.