Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Strategi ASEAN agar KTT Tanpa Myanmar?

28 Oktober 2021   08:37 Diperbarui: 29 Oktober 2021   04:37 821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KTT ASEAN. Sumber: Tempo

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN telah berlangsung pada Selasa (26/10/2021) tanpa kehadiran perwakilan dari Myanmar. Dengan dihadiri 9 negara anggota saja, KTT berlangsung sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Tanpa konfirmasi kehadirannya sejak dimulai, KTT telah berlangsung sesuai agenda, tanpa menyinggung lagi Myanmar dan berbagai isu terkait, hingga hari ini.

ASEAN tampaknya sudah kehabisan akal dengan pemerintah militer Myanmar. Kebuntuan itu akhirnya menemukan solusinya, paling tidak untuk sementara waktu. ASEAN tidak mau kehilangan muka, apalagi di pertemuan puncak ketika para pemimpin ASEAN bertemu untuk pertama kalinya di tahun 2021 ini.

KTT ASEAN di tahun 2021 ini sangat menarik karena dua jadwal KTT diselenggarakan sekaligus pada hari berurutan dan secara virtual. KTT ASEAN biasanya diadakan dua kali dalam satu tahun, yaitu di awal dan akhir tahun. Namun tahun 2021 ini istimewa bagi ASEAN, sehingga kedua jadwal KTT diadakan secara langsung, berurutan, dan virtual juga. 

Ada kemungkinan masalah kudeta Myanmar di 1 Februari 2021 menjadi salah satu penyebab KTT ke-38 diundur. Akibatnya, KTT ke-38 dilakukan bersamaan dengan KTT ke-39 di bulan Oktober ini.

Myanmar menjadi salah satu persoalan pelik dan berkepanjangan bagi ASEAN. Dengan berbagai kekurangan, ASEAN telah berupaya semampu mungkin mendorong penyelesaian krisis politik di Myanmar. Namun hingga menjelang pertemuan puncak itu, Myanmar tetap menentang ASEAN dan tidak menjalankan konsensus yang telah disepakati bersama.

Strategi ASEAN

ASEAN menyusun strategi berdasarkan lima poin konsensus mengenai penyelesaian krisis Myanmar. Inti dari konsensus itu adalah meminta Myanmar mengakhiri tindakan kekerasan kepada rakyatnya dan menyetujui utusan khusus ASEAN untuk melakukan mediasi atas konflik di negara itu. 

Tujuan utama strategi adalah mengurangi kemungkinan pemimpin Myanmar, Jenderal Hlaing, hadir di KTT. Selain itu, tujuan itu harus dilakukan tanpa membuat malu Myanmar.

KTT ASEAN. Sumber: Tempo
KTT ASEAN. Sumber: Tempo

Strategi ASEAN adalah mengundang seorang perwakilan non-politik dari Myanmar. Undangan disampaikan kepada pemerintah Myanmar. ASEAN sangat paham bahwa undangan itu bakal ditolak pemerintah Myanmar. Kenyataan berjalan sesuai prediksi. Hingga KTT dibuka, pihak Myanmar tidak memberikan konfirmasi kehadiran. 

Sebelum KTT dimulai, pihak Myanmar sebenarnya telah menjawab undangan ASEAN. Junta Myanmar pada Senin (25/10) menyatakan pihaknya hanya akan mengirimkan kepala negara atau pejabat setingkat menteri untuk mengikuti KTT, bukan perwakilan non-politik.

Layar Myanmar tetap kosong ketika KTT ASEAN dimulai. Tidak ada perwakilan Myanmar di layar itu. Sementara itu, layar negara-negara lainnya terisi dengan perwakilan masing-masing (lihat gambar di atas). 

Junta Myanmar telah memboikot KTT ASEAN. Boikot itu adalah bentuk penolakan terhadap perwakilan non-politik dari Myanmar ke KTT itu. 

Alasan utama ASEAN tentu saja adalah junta militer tidak menunjukkan kemajuan dalam rencana perdamaian yang disepakati dengan ASEAN pada April lalu di Jakarta. ASEAN menganggap Jenderal Hlaing tidak menjalankan proses perdamaian untuk mengakhiri krisis berdarah di Myanmar. 

Jenderal Hlaing dianggap gagal menghentikan permusuhan di Myanmar, tidak mengizinkan akses kemanusiaan, dan gagal memulai dialog dengan rival-rival domestiknya.

Faktor Brunei

Keberhasilan ASEAN mengecilkan peluang pemimpin militer Myanmar hadir tentu saja tidak terlepas dari peran pemimpin ASEAN 2021, yaitu Brunei Darusallam. Pemimpin Brunei, Sultan Hassanal Bolkiah, ternyata gemas juga dengan sikap Myanmar terhadap konsensus ASEAN.

Seperti diketahui bersama, pada awalnya Brunei cenderung diam atau pasif dalam merespon insiden kudeta militer Myanmar. Brunei tampaknya mulai bergerak bernegosiasi dengan berbagai pihak ketika Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, melancarkan shuttle diplomacy, termasuk bertemu dengan pemimpin Brunei. 

Diplomasi ketua ASEAN menemui jalan buntu ketika Jenderal Hlaing tidak merespon utusan khusus ASEAN.

Meskipun demikian, diplomasi Brunei tetap berjalan yang berujung pada ketidakhadiran atau boikot Myanmar. ASEAN menjalankan strategi lain agar tidak menambah malu Myanmar di KTT. Pada saat menyampaikan pidato, Ketua ASEAN dan Sekretaris Jenderal ASEAN sama sekali tidak menyebut ketidakhadiran Myanmar pada dua KTT virtual itu. 

Tindakan atau strategi tersebut merupakan langkah berani yang jarang diambil oleh kelompok negara-negara Asia Tenggara itu. Para pemimpin ASEAN mendukung langkah Brunei sebagai Ketua ASEAN 2021. 

Perdana Menteri (PM) Kamboja, Hun Sen, yang akan menjadi Ketua ASEAN tahun 2022 mendatang menegaskan, "Hari ini, ASEAN tidak mengeluarkan Myanmar dari kerangka kerja ASEAN. Myanmar yang mengabaikan haknya. Sekarang kita berada dalam ASEAN minus satu. Ini bukan karena ASEAN, tapi karena Myanmar."

Dukungan kepada Brunei juga datang dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Menurut Jokowi (26/10/2021), 

Myanmar tidak menyambut baik uluran tangan ASEAN sebagai keluarga untuk membantu keluar dari krisis politik. Akses yang diminta oleh Utusan Khusus ASEAN, untuk dapat bertemu dengan semua pihak terkait, sampai saat-saat akhir menjelang KTT masih belum diberikan oleh militer Myanmar. 

Selama ini, ASEAN berupaya keras menerapkan prinsip non-interference atau tidak mencampuri urusan dalam negeri anggotanya. Prinsip itu dijalankan demi menjaga keutuhan dan sentralitas ASEAN. 

Namun demikian, ASEAN tampaknya tidak dapat lagi mentolerir tindakan Myanmar yang menyembunyikan tindakan kekerasan bersenjatanya di balik prinsip regional itu. 

Untuk pertama kalinya, ASEAN rela menyelenggarakan pertemuan puncaknya, tanpa kehadiran salah satu negara anggotanya, yaitu Myanmar. Kenyataan ini menjadi salah satu bagian terpenting bagi sejarah ASEAN sejak dibentuk 1967.

Sumber: 1 dan 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun