Kata 'promosi' berasal dari bahasa Inggris promotion. Mungkin saja ada studi mengenai asal-usul sebuah kata, termasuk kata promosi itu, yang bukan menjadi keahlian saya. Yang penting adalah arti kata promosi itu.Â
Dalam konteks umum dan sederhana, promosi berarti menawarkan sesuatu kepada orang lain atau kelompok orang agar mau menerima atau membeli atau melakukan hal atau barang yang ditawarkan. Nah, hal atau sesuatu ---bukan barang--- yang ditawarkan adalah menulis di Kompasiana.Â
Pada banyak kesempatan, beberapa teman bertanya soal Kompasiana dan menulis di Kompasiana. Teman-teman lama yang tahu kegiatan saya biasanya bertanya kedua hal itu, setelah berbaku kata penting. Pertanyaannya berkisar pada: apa itu Kompasiana? Apa hubungannya dengan Kompas-Gramedia? bagaimana cara menulis di situ? Beberapa pertanyaan itu mengingatkan saya kepada tulisan begawan Kompasiana, pak Tjiptadinata Effendi.Â
Beberapa teman yang baru kenal dengan profesi serupa saya biasanya mengeluh dan bercerita soal keharusan menulis dalam profesi ini. Keluhan mereka menyoal menulis paper akademik, menulis dan membuat buku, serta keinginan menulis di koran. Apalagi ketika keluhan berputar pada sulitnya menyiapkan tulisan-tulisan itu, tetapi ditolak atau, setidaknya, diminta revisi oleh editor. Ketidakjelasan nasib tulisan di koran menjadi sebuah penantian selama berhari-hari dan bikin stres, padahal momentum tulisan sudah makin hilang.
Pada situasi itu saya bercerita tentang kegiatan menulis di Kompasiana. Salah satu manfaatnya adalah menulis di Kompasiana dapat menjadi keseharian, walau menulisnya tidak setiap hari. Apapun profesi sebenarnya, sebagian besar Kompasiana berupaya konsisten menulis. Jika mau dan mampu, menggugah tulisan di Kompasiana bahkan bisa dilakukan berkali-kali dalam setiap hari. Tulisan juga dapat berisi gambar dan video.Â
Bagi saya, promosi Kompasiana ini menciptakan semacam dilema. Dilema karena ketidaksengajaan melakukan promosi. Promosi muncul begitu saja ketika berbicara dengan teman lama dan teman baru. Selain bukan kegiatan sengaja, promosi itu juga tidak direncanakan. Promosi tidak sengaja ini juga tidak dimaksudkan untuk berimbas cuan alias finansial. Bukan pula bertujuan untuk 'membeli' label pilihan atau artikel utama.Â
Selain itu, saya seperti sebagian besar Kompasianer bukan pemilik Kompasiana ini. Yang ada adalah status 'pemilik' blog gotong royong yang kepemilikan sebenarnya ada di tangan grup Kompas, dan seterusnya. Kata pemilik itu saya beri tanda petik karena status sebenarnya adalah pemilik jadi-jadian saja:)
Meski begitu, tulisan ini juga tidak berujung pada penyesalan atau apapun namanya. Ketika bercerita tentang Kompasiana maka yang keluar dari mulut pertama-tama adalah informasi standar tentang kepemilikan, pernak-pernik blog, penulis atau Kompasianer, dan kelebihannya. Sekali lagi, promosi ini adalah ketidaksengajaan belaka.Â
Kelebihan Kompasiana perlu diceritakan sebagai bentuk promosi tidak sengaja itu. Menulis di Kompasiana itu, dengan skrining minimal dari editor, sebagaimana koran-koran atau portal-portal opini. Skrining minimal itu berarti bahwa blog bersama ini tetap dijaga oleh admin berkaitan dengan berbagai macam aturan-main kepenulisan dan sensitivitas isu-isu tertentu di negeri ini. Jadi blog ini tetap dipagari dan dijaga admin.