Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Putin dan Putinisme dalam Kebangkitan Kembali Kekuatan Global Rusia

16 September 2021   18:07 Diperbarui: 16 September 2021   18:08 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Putin/Sumber: The Blaze

Politik Luar Negeri
Hasil referendum itu memberikan dukungan politik kepada Putin dalam politik luar negeri Rusia. Genggaman Putin atas kekuasaan pertahanan vertikal di Rusia telah menyediakan mekanisme jaminan dan akses politik untuk mewujudkan kemauan politiknya hingga 2036.

Keberhasilan Putin mengembalikan kejayaan Rusia sebagai kekuatan global menjadi prestasi yang diakui masyarakat Rusia. Pandemi Covid-19 dipandang tidak akan berpengaruh besar pada kontinuitas kekuasaan Putin yang telah dibangunnya selama 2 dekade ini.

Tidak tanggung-tanggung, Putin masih berkuasa di Kremlin hingga 2036. Setelah 21 tahun Putin menjadi Perdana Menteri dan Presiden, kekuasaannya di negara Beruang Putih itu masih berlanjut selama 15 tahun lagi.

Kekuasaan Putin ini hanya bisa disandingkan dengan Presiden China Xi Jinping. Walau dinyatakan berlanjut 6 tahun lagi, masih kuatnya cengkeraman Jinping di China masih membuka kemungkinan kekuasaannya berlanjut. Apalagi pandemi Covid-19 tampaknya makin menguatkan kontinuitas kekuasaan Jinping di China. 

Sementara itu, Presiden AS Donald Trump sudah diganti Presiden Joe Biden. Dari ketiga penguasa negara besar itu, Putin tentu saja yang paling berpeluang menorehkan pengaruh kekuasaannya pada tatanan dunia lebih lama.

Dalam konteks internasional, beberapa strategi dilakukan Putin agar negara-negara lain tetap berada di dalam lingkungan pengaruh (sphere of influence) Rusia. 

Pertama, menerapkan kebijakan multipolaritas. Dalam pandangan Putin, dunia tidak hanya didominasi AS, namun memiliki banyak pemain global. Ada China dan Rusia yang tetap perlu diperhitungkan negara-negara lain. 

Ini juga termasuk Inggris yang baru saja keluar dari Uni Eropa atau Brexit (British Exit). Satu hari yang lalu, Inggris meneken kerjasama AUKUS atau Australia, United Kingdom, and United States mengenai kapal selam nuklir. 

Kedua, konsekuensi dari kebijakan multipolaritas adalah keinginan Rusia bekerjasama dengan semua negara, selama kerjasama itu menguntungkan Rusia. Dengan cara ini, Rusia ikut dalam kerjasama ekonomi APEC (Asia Pasific Economic Cooperation, BRICS (Brazilia, Russia, India, China, and South Africa), SCO (Shanghai Cooperation Organization), dan EaEU (Eurasian Economic Union). Rusia juga ikut di dalam NATO sebagai pengamat dalam NATO untuk mengetahui sepak terjang organisasi itu dalam memperluas keanggotaannya hingga ke Ukraina.

Ketiga, Rusia memberikan bantuan kepada semua negara. Salah satu bentuk riil-nya adalah bantuan kesehatan Rusia kepada Italia pada saat pandemi sedang tinggi-tingginya di negeri itu. 

Bantuan itu menimbulkan kontroversi dan protes di kalangan negara anggota NATO. Mereka mencurigai niatan Rusia membantu Italia sebagai bentuk spionase terhadap pangkalan NATO yang ada di negara itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun